Langsung ke konten utama

Disbudpar Telantarkan 'Kolastra'


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Grup teater SMA 9 Bandar Lampung, Kolastra, ditelantarkan ofisial dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lampung saat mengikuti Festival Nasional Kesenian Teater Remaja 2010 di Taman Mini Indonesia Indah. Kegiatan itu berlangsung 1—4 November.

Dery Efwanto yang menyutradarai lakon Aruk Gugat—yang dipentaskan Kolastra pada festival tiga tahunan tersebut—mengatakan sejak hari pertama, rombongan yang terdiri atas 15 orang (13 pemain, 1 sutradara, dan 1 guru pembimbing) sudah ditelantarkan.

"Penginapan dicampur antara laki-laki dan perempuan," kata Dery, Jumat (5-11).

Padahal, jika melihat grup teater dari provinsi lain, ujarnya, penginapan dipisahkan, perempuan menginap di anjungan daerah masing-masing dan laki-laki di wisma yang disediakan oleh panitia. "Tetapi, oleh tim ofisial, kami tidak didaftarkan ke anjungan Lampung," kata dia.

Menurut Dery, jika didaftarkan, pihak Anjungan Lampung siap mengurusi segala kebutuhan rombongan. Namun, pihak Anjungan Lampung tidak mengetahui kalau ada rombongan kesenian dari Lampung. Hal itu diketahui Dery saat mengonfirmasi ke Anjungan Lampung. "Pihak Anjungan berkata, ternyata kejadian tersebut bukan hanya terjadi pada kami, tetapi juga pada grup kesenian dari Lampung lainnya," ujarnya.

Dery sangat menyayangkan tim ofisial yang berjumlah tujuh orang tersebut yang sepertinya tidak peduli pada rombongan grup teater Kolastra, yang mewakili Lampung pada festival tingkat nasional tersebut. "Seharusnya tim ofisial mendampingi dan menyiapkan semua keperluan, bukan menelantarkan anak-anak seperti itu," kata dia.

Perjanjian

Vega, guru pembimbing Kolastra, mengatakan meski selama mengikuti festival semua kebutuhan, seperti makan dan penginapan, ditanggung oleh panitia, untuk kebutuhan dasar seperti minuman saat pentas, grup harus sokongan (untuk membeli air mineral). "Kami tidak mendapatkan uang saku, padahal kami mewakili Lampung," kata Vega.

Dalam perjanjian dengan Disbudpar, kata Vega, semua kebutuhan, seperti akomodasi dan transportasi, akan ditanggung oleh Disbudpar selama festival berlangsung, 1—4 November.

Tetapi, ujar dia, pada Selasa (2-11) malam tim ofisial memaksa rombongan kembali ke Lampung pada Rabu (3-11). "Mereka bilang tidak akan menanggung akomodasi dan transportasi jika kami mau pulang tanggal 4," ujarnya.

Selain itu, kata dia, para pemain Kolastra yang notabene masih anak-anak sekolah sering mendapat perlakuan kasar, seperti dimaki-maki dengan kalimat-kalimat yang tidak pantas. "Mereka ini kan masih anak-anak," ujarnya menyesalkan sikap tim ofisial.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung Gatot Hudi Utomo mengatakan secepatnya akan mempertemukan kedua belah pihak, Kolastra dan tim ofisial untuk mendapatkan kejelasan informasi. "Info yang saya dapat masih simpang siur. Kalau ditelantarkan, saya ingin tahu seperti apa ditelantarkannya," kata dia.

Menurut Gatot, dari infomasi yang ia dapatkan mengenai Festival Nasional Kesenian Teater Remaja tersebut, segala kebutuhan peserta ditanggung oleh event organizer yang bersangkutan.

Kolastra mewakili Lampung pada Festival Nasional Kesenian Teater Remaja 2010 setelah memenangi Liga Teater SMA se-Lampung 2009. Pada Festival tersebut, Kolastra berhasil merebut dua penghargaan, yakni best actor (Sapta Abimanyu) dan best poster. (MG13/K-1)

NB : Hal ini mengingatkan saya pada perlakuan Disbudpar Lampung pada acara Temu Sastra MPU yang amburadul benar. Disbudpar Lampung benar-benar tidak dapat memanajemen acara kesenian dengan sangat baik. apakah hal-ikhwal semacam ini hanya dianggap sebagai proyek belaka? patut dipertanyakan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi