Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Kemudahan Terbitkan Buku Lewat Evolitera

Annida-Online-- Buat para penulis baru yang ingin menerbitkan bukunya sekarang nggak perlu repot lagi dengan berbagai prosedur rumit dari sebuah penerbit buku.Evolitera.co.id memberikan jawaban kemudahan untuk menerbitkan sebuah buku dalam bentuk digital alias e-book. “Kami ingin menciptakan perubahan yang revolusioner dalam dunia publishing,” kata Eduardus Christmas, pendiri dan CEO PT Evolitera. Cara untuk menerbitkan buku lewat Evolitera.co.id memang terbilang sangat mudah. “Penulis dapat memanfaatkan fitur self-publishing di website kami atau dapat juga dengan mengirimkan naskah ke email tim editor kami,” jelas Eduard, “Tidak ada filtering berdasarkan bagus tidaknya naskah. Semua orang dapat menjadi penulis di Evolitera.Yang kami filter apabila karya tersebut terindikasi tidak original atau plagiat, maka kami tidak dapat menerbitkannya.” Hanya saja dengan berbagai kemudahan tersebut, pihak Evolitera saat ini memang belum dapat memberikan honor atau royalti kepada para penulis. “Hon

Pohon Jejawi

Cerpen Budi Darma Jangan buka peta Surabaya hari ini, tapi, bukalah peta Surabaya pada akhir tahun 1920-an, atau paling muda awal tahun 1930-an, ketika Belanda masih menjajah Indonesia. Waktu itu, jalan dan kampung bernama ”kedung” tidak sebanyak sekarang. Hanya ada satu pada waktu itu, yaitu Kedung Gang Buntu. Seolah-olah jatuh dari langit biru, tiba-tiba saja Kedung Gang Buntu ada di situ, di sebuah kawasan dari sekian banyak kawasan di kota Surabaya. Dinamakan ”kedung” karena di situ ada sebuah ”kedung”, yaitu sumber air jernih, dan dinamakan ”buntu”, karena memang gang ini buntu. Buntu karena ujung gang ini bertemu dengan sebuah makam kuno, dan di sebelah makam kuno ada sebuah sumber air bersih, dan di seberang sana sumber air bersih ada sebuah hutan lebat. Untuk masuk ke Kedung Gang Buntu, seseorang harus melewati sebuah jalan, Kroepen Straat namanya. Di tengah-tengah Kroepen Straat, tepat di mulut Gang Kedung Buntu, ada sebuah pohon jejawi yang asal-usulnya, seperti juga asal-u

Gambar Si Buta dari Goa Hantu

sekadar apresiasi pada komik lawas Indonesia Si Buta dari Goa Hantu

Sastra Koran dan Imaji tentang Kekerasan

T radisi penulisan teks sastra lewat koran (sastra koran) sudah lama muncul. (Hampir) semua sastrawan kondang memanfaatkannya. Gerson Poyk, Abdul Hadi WM, Danarto, Seno Gumira Ajidarma, Gus Mus, Hamsad Rangkuti, atau Afrizal Malna –sekadar menyebut beberapa nama—adalah sederet tokoh yang dengan amat sadar ”menggauli” koran sebagai ”corong” kreativitasnya dalam berkesenian. Hampir mustahil seorang sastrawan bisa terangkat namanya secara otomatis tanpa harus bersentuhan dengan koran. Bahkan, bagi penerbit, sastra koran barangkali dijadikan sebagai ”barometer” untuk mengukur tingkat kapabilitas seorang sastrawan yang menginginkan karyanya diterbirkan sebagai buku. Itu artinya, koran, disadari atau tidak, memiliki andil besar dalam melambungkan nama seorang sastrawan. Sayangnya, tidak semua penerbitan (koran) sanggup dan mampu bertindak sebagai ”juru bicara” sang sastrawan, apalagi ketika harga kertas melambung. Tidak sedikit koran yang terpaksa menggusur rubrik sastra. Koran pun jadi lebi

GENERASI “TAMU” CERPENIS INDONESIA 1980-AN

Oleh: Maman S Mahayana Perkembangan cerpen Indonesia mutakhir, terutama memasuki satu dasawarsa 1980-an, tidak pelak lagi, banyak ditentukan oleh perkembangan media massa. Majalah Horison yang sudah sejak lama dipandang sebagai majalah sastra—satu-satunya—yang sering juga dijadikan sebagai ‘barometer’ bagi para cerpenis pemula, kini tidak lagi dianggap demikian. Setidak-tidaknya, majalah Horison tidak diperlakukan lagi sebagai satu-satunya yang dapat digunakan untuk ‘tumpuan’ para penulis pemula ‘memantapkan’ namanya sebagai cerpenis. Dengan demikian, majalah Horison juga kini bukanlah media satu-satunya yang dapat dianggap berperan memajukan perkembangan cerpen Indonesia. Dengan perkataan lain, media massa di luar Horison, teristimewa surat-surat kabar mingguan yang justru berperan dalam memunculkan nama-nama baru dalam deretan cerpenis Indonesia. Di ibu kota saja kita dapat mencatat nama-nama surat kabar yang menyediakan rubrik tetap untuk cerpen. Beberapa di antaranya, Kompas, Media

Puisi-puisi Akhmad Fatoni

Wajah Calon Kekasih Dengarlah hikayat tentang wajah ini.Hikayatnya begini; ia datang dengan tiba-tiba, menggugah gairah dan memacingnya untuk muntah.Setelah itu ia mencipta getar yang teramat indah. Seindah senja di ujung langit yang selalu tampak merah. Tapi ia membuat sang empunya gairah teramat resah. Sebab tanpa diduga tiba-tiba saja menjelma tawa, lalu mendentumkan kisah yang amat mesrah. Dan membuatgetah bila tak hadir, walau hanya jarak waktu sedepa.Tapi ia tetap dijuluki waktu yang sia-siakarena hanya bisa menghasilkan bakal buah, yang tak mampu menebar janji untuk panen dengan hasil yang merekah.Itulah hikayat singkat tentang wajah yang hanya datang menawarkan mimpi.Bukan hujan mantra yang melahirkan aji-aji. Mojokerto, 25 Oktober 2010 Wajah Kekasih Wajahnya tiba-tiba saja pecah, meluber di seluruh jiwa. Wajah kekasih mungkin tak pernah basi. Selalu mewangi, seperti bunga melati saat mekar di malam hari yang sepi.Selalu terbayang tiap pikir melayang. Bila menatapnyamembuat ha

Si Mata Malaikat

S i Mata Malaikat adalah tokoh utama pembawa takdir bagi kehidupan Barda Mandrawata menjadi Si Buta Dari Goa Hantu . Pendekar kelana demi penegakan kebenaran dan keadilan. Tanpa hadirnya Si Mata Malaikat dalam kehidupan Barda rasanya kisah panjang ini tak akan pernah ada. Sepertinya Si Mata Malaikat merupakan satu keping mata uang yang sama namun di sisi yang berbeda dengan Barda Mandrawata Selain itu, Si Mata Malaikat juga merupakan kutub yang berbeda dari kehidupan Barda Mandrawata. Dia adalah penyeimbang yang sempurna. Mereka berdua layaknya Yin dan Yang dalam kehidupan. Sesuatu yang saling ada dan mengadakan. Tanpa Si Mata Malaikat maka perjalanan pendekar buta yang berjuluk Si Buta Dari Goa Hantu juga tidak pernah ada. Dengan sendirinya, jika kita membicarakan Si Buta Dari Goa Hantu maka kita harus juga memahami dan mengenal Si Mata Malaikat. Si Mata Malaikat versi Sinetron Tanpa Asal Si Mata Malaikat muncul begitu saja, tanpa latar belakang yang jelas. Terkecuali tujuan yang hany

Mana Riedl dan Gonzales Kita?

Radhar Panca Dahana Kegembiraan atas kemenangan timnas Indonesia dalam semifinal Piala Suzuki AFF 2010 melawan Filipina tidak sebatas ruang lengkung Gelora Bung Karno, tetapi juga ruang fisik dan imajiner bangsa, membuat haru sekaligus cemas. Keharuan menyeruak saat menyadari betapa rakyat negeri ini begitu rindu dengan emosi kolektif di mana rasa bangga dan kehormatan bersama, sebagai sebuah negeri sebuah bangsa, dapat dipulihkan. Sudah terlalu lama emosi kolektif dari rasa kebangsaan kita kehilangan alasan untuk berbangga dan mendapatkan rasa hormat dari bangsa lain. Seakan negeri besar ini hanya pariah dalam pergaulan internasional, hanya obyek penderita menghadapi perlakuan bangsa lain. Dalam situasi inferior yang mengenaskan itu, rakyat seperti subyek yang tidak berdaya melihat pemerintah—pengemban amanah dan tanggung jawab utama—justru invalid menunaikan tugas. Pemerintah terlalu sering absen dalam urusan yang menyangkut kepentingan publik. Pemerintah bahkan justru sering melawan

Sirajatunda

Cerpen Nukila Amal Ibarat pohon, benakku saat ini adalah sebuah pohon pengetahuan yang besar dan kokoh, dedaunannya rimbun hijau, sepanjang cecabangnya sarat bergelantungan dengan buah-buah pikiranku. Matang dan siap petik. Sebuah panen raya dengan tari-tarian dan lagu rakyat, penuh hidangan di meja panjang, begitulah aku membayangkan, saat duduk di depan meja kerja dan menyalakan komputer. Kutegakkan punggungku. Kurasakan kebulatan tekad dan ketangguhan, bahkan militansi yang segar. Aku telah lebih dari siap melahirkan sebuah karya utama kesusastraan yang tiada tara: novel tentang Rakai Garung alias Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra. Delapan tahun lamanya kubaktikan diriku untuk mempersiapkan mahakarya ini; kukunjungi banyak perpustakaan, kukumpulkan buku-buku dan artikel, kuwawancarai para pakar yang paham sejarah dan fasih berbahasa Sansekerta atau Jawa Kuno, bahkan di tahun kelima ketika menikah, bulan maduku adalah wisata ke Candi Borobudur yang sang raja rampungkan. Denga