Langsung ke konten utama

Si Mata Malaikat

Si Mata Malaikat adalah tokoh utama pembawa takdir bagi kehidupan Barda Mandrawata menjadi Si Buta Dari Goa Hantu. Pendekar kelana demi penegakan kebenaran dan keadilan. Tanpa hadirnya Si Mata Malaikat dalam kehidupan Barda rasanya kisah panjang ini tak akan pernah ada. Sepertinya Si Mata Malaikat merupakan satu keping mata uang yang sama namun di sisi yang berbeda dengan Barda Mandrawata


Selain itu, Si Mata Malaikat juga merupakan kutub yang berbeda dari kehidupan Barda Mandrawata. Dia adalah penyeimbang yang sempurna. Mereka berdua layaknya Yin dan Yang dalam kehidupan. Sesuatu yang saling ada dan mengadakan.


Tanpa Si Mata Malaikat maka perjalanan pendekar buta yang berjuluk Si Buta Dari Goa Hantu juga tidak pernah ada. Dengan sendirinya, jika kita membicarakan Si Buta Dari Goa Hantu maka kita harus juga memahami dan mengenal Si Mata Malaikat.




Si Mata Malaikat versi Sinetron


Tanpa Asal


Si Mata Malaikat muncul begitu saja, tanpa latar belakang yang jelas. Terkecuali tujuan yang hanya satu, menantang Paksi Sakti Indrawatara pemimpin perguruan Elang Putih untuk beradu tanding. Tujuannya adalah untuk mengetahui siapa diantara mereka yang dapat di katakan sebagai pendekar sesungguhnya. Semua lantaran kemasyuran nama besar Paksi Sakti Indrawatara di dalam dunia kependekaran.

Ketidak jelasan asal-usul Si Mata Malaikat, secara tidak langsung telah menciptakan asal-usul yang jelas bagi kelahiran pendekar buta yang baru nantinya, Si Buta Dari Goa Hantu. Pendekar yang sama-sama buta, pendekar yang pilih tanding. Pendekar yang nantinya akan mengalami nasib yang senantiasa berada di sisi yang berbeda jika dibandingkan dengan nasib Si Mata Malaikat.


Bencana Bergelimang Darah
Si Mata Malaikat identik dengan bencana dan darah. Kemanapun kakinya melangkah maka akan tercipta banjir dara dalam tiap jejaknya. Tak terkecuali ketika kemunculannya pertama di ranah perkomikan Indonesia. Tujuannya hanya satu, menguasai jagat ini dengan segala macam caranya. Salah satunya adalah menebar bencana dimanapun dia datang dan menginjakkan kaki.

Kehadiran pertamanya dalam kisah panjang Si Buta Dari Goa Hantu, telah menciptakan tebaran darah di desa tempat Barda Mandrawata tinggal. Padahal tujuanya hanya satu, yaitu untuk bertarung dengan pemimpin perguruan persilatan yang kebetulan berada di desa tersebut. Namun sebelum tujuaannya benar-benar dilakukan, tindakan awalnya adalah menebar rasa ketakutan di lingkungan barunya. Membunuhi penduduk yang tak jarang masalahnya hanya sepele saja.

Ketika segala tujuannya telah tercapai, ternyata langkahnya tak hanya berhenti begitu saja. Haus akan kekuasaan adalah sifat utamanya. Kekuasaan dengan memaksakan kehendak, kekuasaan yang dicapainya dengan jalan menebarkan maut dan membanjiri darah tiap jengkal tanah yang didatangi dan ditinggalinya. Si Mata Malaikat tak segan-segan membantai tiap manusia yang mencoba menentang dan melawannya. Sepertinya nyawa memang tak berarti bagi dirinya. Dan memang tak pernah memilih dan memilah siapa yang akan dijadikan korban. Yang terpenting bagianya adalah selalu dapat berkuasa.

Ini tak terjadi satu kali, di kebangkitannya dari kematiannyapun demikian adanya. Daerah yang dilewati dan didatanginya penuh dengan gelimangan darah dan nyawa para penduduk yang tak berdosa. Bencana yang tercipta dari tangannya.


Kematian dan Kebangkitan
Kematian datang tidak hanya sekali, demikian juga kebangkitannya. Sepertinya tokoh ini tak pernah bisa mati dalam arti sesungguhnya. Tiap kali kematian datang menjemput, maka peluang untuk kebangkitannya senantiasa ada.

Si Mata Malaikat mengalami tiga kali kematian, dan dua kali kebangkitan. Jika melihat pola kisah yang dibangun untuk tokoh ini, jika sang komikus masih punya usia untuk meneruskannya, maka tidak menutup kemungkinan kamatiannya yang ketigapun akan membawa dan memberi peluang untuk kebangkitan yang baru. Semua ini dapat di simpulkan lantaran indikasi kearah itu dapat di tandai dengan jelas.

Dalam sesumbar terakhirnya di kematiannya yang ketiga, Si Mata Malaikat masih sempat meninggalkan jejak untuk peluang kebangkitannya kembali dari kematian. Di kematiannya kali ini dia masih sempat berteriak lantang, “Tunggulah Rosiana, aku akan kembali lagi dan pasti kembali!” ini satu kunci dan indikasi yang jelas untuk peluang kebangkitannya yang baru.

Si Mata Malaikat mengalami tiga jenis cara kematian dan dua cara kebangkitan, semuanya berbeda kondisi.

Kematian yang pertama, mati karena terbunuh dalam perang tanding dengan Si Buta Dari Goa Hantu di lembah Jagat Pangeran. Kemudian kepalanya dipenggal dan dipisahkan dengan raganya, lantaran kepalnya dibawa oleh Si Maung Lugai untuk memenuhi persyaratan penerimaan cinta Marni Dewiyanti.

Kebangkitan yang pertama, dalam kondisi tanpa kepala, penduduk menguburkan tubuh Si Mata Malaikat di lembah Jagat Pangeran. Berselang sepuluh tahun kemudian, tubuh tanpa kepala ini mengalami kebangkitan akibat sambaran petir yang tepat mengenai makam Si Mata Malaikat. Lantas tubuh tanpa kepala itu bangkit dari kematiaannya dengan tujuan membalas dendam pada musuh utamanya, Si Buta Dari Goa Hantu.

Kematian yang kedua, setelah kebangkitan pertamanya, Si Mata Malaikat akhirnya kembali dapat bertarung dengan Si Buta Dari Goa Hantu, namun pertarungan kali inipun Si Mata Malaikat akhirnya mati tersambar petir ketika pertarungan dengan Barda Mandrawata sedang berlangsung. Bahkan pada kematiannya kali ini tubuhnya hancur menjadi debu.

Kebangkitan yang kedua, di malam hari setelah kematiannya yang kedua, di lembah Jagat Pangeran, tubuh Si Mata Malaikat yang telah hancur menjadi debu, mengalami keganjilan. Angin yang tiba-tiba menderu seperti sedang mengumpulkan kembali sebaran debu tubuh Si Mata Malaikat. Di bawah sinar bulan malam itu, debu tubuh yang telah hancur mengalami kebangkitannya yang kedua kalinya. Bahkan dari kebangkitan ini, Si Mata Malaikat mengalami perkembangan ilmu yang cukup pesat, dia sekarang dapat menguasai musuhnya dengan kekuatan hipnotis. Lalu dengan ilmu barunya inilah kembali dia menebar maut di tiap wilayah yang di datanginya. Meskipun sasaran utamanya tetaplah mencari Si Buta Dari Goa Hantu untuk menuntaskan dendamnya.

Kematian yang ketiga, setelah kebangkitannya kali ini, dengan ilmu barunya, Si Mata Malaikat harus kembali menemui kematiannya. Namun, kematiannya kini tidak melalui tangan musuh besarnya, Si Buta Dari Goa Hantu, melainkan oleh sepasang guru dan murid; Uwak Kiwul dan Surti, dengan ilmunya Pamungkas Asmara. Dengan ilmu ini Si Mata Malaikat mengalami kematiannya dalam kobaran api yang membakarnya. Kematian kali inipun masih meninggalkan peluang untuk mengalami kebangkitannya kembali di kemudian hari.


Dua Kisah Kepala
Kepala Si Mata Malaikat memiliki kisahnya sendiri. Mungkin saking istimewanya sampai-sampai kisah tentang kepala ini mengalami dua pola penceritaan yang berbeda. Entah kenapa hal ini sampai terjadi. Padahal kalau dilihat dan dicermati, kedua bagian kisah itu diceritakan oleh komikus yang sama, meskipun rentang waktunya memang cukup jauh antara penceritaan yang satu dengan penceritaan lainnya. Dua puluh tahun lamanya rentang waktu yang ada. Kisah pertama dimulai di tahun 1967, kisah kedua sudah memasuki tahun 1987.

Pada episode pertama, Si Buta Dari Goa Hantu (1967); Si Mata Malaikat terbunuh dalam perang tanding dengan Si Buta Dari Goa Hantu. Dalam pertarungan itu, sabetan pedang Barda Mandrawata membentuk tanda tambah, membelah atas kebawah dari kepala terus turun ke bawah dan membelah horisontal di bagian pinggang depan. Tidak pernah di ceritakan bahwa Si Buta Dari Goa Hantu memenggal kepala Si Mata Malaikat.


Hal ini diperkuat ketika marni menceritakan bahwa, si Maung Lugai membawakan penggalan kepala Si Mata Malaikat yang menjadi persyaratan penerimaan cintanya pada lamaran penolongnya itu. Marni kala itu masih melihat kepala Si Mata yang telah terpenggal dan masih dalam kondisi terbelah dua.

Manilik bagian ini, sudah pasti bahwa Si Maung Lugailah yang memenggal kepala Si Mata Malaikat yang sudah menjadi mayat ketika ditemukannya. Bahkan Si Maung Lugai masih sempat bertarung dengan Barda Mandrawata ketika pemuda buta ini baru saja mengakhiri pertempurannya dengan Si Mata Malaikat. Ketika itu diceritakan bahwa Si Mata Malaikat jatuh dengan tubuh terbela dua dari atas ke bawah, bukan dengan kepala terpenggal. Dari pertarungan inilah kemudian membawa takdir Barda untuk dapat menjelma menjadi pendekar pilih tanding bergelar Si Buta Dari Goa Hantu.

Pada episode enam belas, Bangkitnya Si Mata Malaikat (1987); Dalam episode ini ternyata mengalami perbedaan penceritaan tentang kepala Si Mata Malaikat. Di episode ini diceritakan bahwasannya, ketika Barda Mandrawata bertarung dengan Si Mata Malaikat di lembah Jagat Pangeran, maka kepala Si Mata Malaikat terpenggal dalam pertarungan tersebut. Dan kemunculan Si Maung Lugai Penyapu Jagat dalam kisah ini ada sedikit rentang waktu, saat itu Barda Mandrawata sudah tidak ada di tempat. Sehingga dengan demikian tidak ada pertarungan diantara keduanya. Dan jika menilik dari episode ini, mestinya terlemparnya Barda Mandrawata ke dalam goa dari mana nantinya Si Buta Dari Goa Hantu benar-benar terlahir menjadi tidak terjadi sama sekali.


Jika diurut lebih jauh lagi, maka tidak menutup kemungkinan bahwasannya bagaimana kisah Si Buta Dari Goa Hantu menemukan jati diri dan segala atribut yang melekat di dalamnya akan mengalami perubahan. Namun seperti apa perubahan itu, tidak ada yang dapat memberikan jawaban kecuali sang komikus, Ganes TH.

Tongkat Sebagai Senjata
Layaknya orang buta pada umumnya, maka tongkat adalah senjata utamanya. Namun tongkat inipun mengalami perkembangan penceritaan yang juga berbeda seperti tentang terpenggalnya kepala Si Mata Malaikat. Terutama dari segi bentuk tongkat tersebut.

Di bagian awal, tongkat Si Mata Malaikat tak tampak sebagai tongkat yang istimewa, wujudnya tak lebih hanya sebuah kayu panjang yang dijadikan tongkat. Namun pada kembangkitan pertama dan kedua, wujud tongkatnya menjadi khas. Di bagian ujung ada semacam besi tajam, layaknya tombak, dan tergantung sebuah bentuk tengkorak kecil di bagian mendekati ujung tongkatnya.

Tongkat dalam bentuk yang kedua ini mulai muncul ketika kebangkitannya yang pertama, bahkan kemunculan tongkat ini dari dalam kuburannya sendiri. Dan sejak kebangkitannya yang pertama, maka tongkatnya ini dapat dikendalikan seperti yang dimaui. Bahkan dapat mengejar mangsa yang dijadikan target oleh Si Mata Malaikat. Hebatnya lagi, tongkat itupun dapat kembali ke tuannya.

Namun tongkat ini yang biasanya dapat dikendalikan dengan pikiran, pada bagian akhir kebangkitannya yang kedua malah anpak tak berdaya. Tongkat itu hanya terdiam dalam genggamannya sampai Si Mata Malaikat menemui ajalnya dalam kobaran api yagn tercipta dari ilmu Pamungkas Asmara.


Mandrawati
Si Mata Malaikat selayaknya manusia tanpa hati. Namun sangat berbeda jika berhubungan dengan nama ini, Mandeawati, putri dari pasangan Marni Dewiyanti dengan Si Sapu Jagat atau Daud Korda. Perempuan kecil inilah yang bisa meluluhkan hato Si Mata Malaikat, meskipun bukan luluh dalam arti yang sesungguhnya, namun hanya Mandrawatilah yang bisa menghentikan keganasan Si Mata Malaikat.

Hal ini semakin diperkuat, ketika dikebangkitannya yang kedua, Si Mata Malaikat masih sering menyebut nama gadis kecil ini. Dan masih sering mengingat masa-masa mereka sempat bertemu. Demikian halnya ketika Si Mata Malaikat luluh lantaran sikap gadis putri juragan Kowara, Rosiana, Si Mata Malaikat masih sempat membandingkannya dengan keberadaan Mandrawati yang bisa mempengaruhi sikapnya.

Rosiana, Sang Pencuri Hati
Rosiana adalah gadis cantik putri juragan Kowara, juragan yang paling kaya di desa Cibarusa. Gadis yang sudah berpenampilan kebarat-baratan lantaran sudah terlalu lama tinggal di Batavia.

Kedatangan gadis ini kembali ke desanya rupanya hampir bersamaan dengan masuknya Si Mata Malaikat ke desanya di kebangkitannya yang kedua. Mungkin ini memang takdir bagi si gadis jelita ini. Gadis yang begitu di cintai oleh pemuda di desanya, namun akhirnya memilih menjadi bagian hidup Si Mata Malaikat.


Hal ini terjadi semata-mata lantaran niat tulusnya untuk menjadi penyelamat bagi orang tuanya dan warga desanya dari pembantaian yang akan dilakukan oleh Si Mata Malaikat. Berdasarkan petunjuk dari Uwak Kiul, seorang yang dianggap aneh bagi warga desa tersebut karena tingkahnya yang kadang tak masuk akal. Dengan sedikit petunjuk sederhana oleh lelaki tua ini, maka Rosiana menjalankan takdirnya, mengorbankan dirinya untuk keselamatan orang tua dan warga desanya.


Dari Rosiana inilah beberapa waktu lamanya Si Mata Malaikat menggantungkan hidupnya, dari darah perempuan jelita inilah Si Mata Malaikat dapat bertahan hidup. Sampai akhirnya Si Mata Malaikat inipun tak bisa melepaskan Rosiana, lantaran hatinya sudah terikat akan keberadaan gadis jelita ini.

Bukan hanya darah, bahkan tubuh dan jiwan telah dikorbankan oleh Rosiana untuk diberikan untuk menjaga agar Si Mata Malaikat tidak melakukan kejahatannya kembali. Rupanya benar! Dengan semua ini Si Mata Malaikat menghentikan tingkah biadabnya dalam membunuhi orang tak berdosa, bahkan semua pengaruh hipnotisnyapun dapat terlepas. Sehingga orang-orang yang sempat dipengaruhi dapat terbebas dari pengaruh jahatnya.

Hebatnya lagi, Rosiana telah mencuri hatinya, gadis jelita ini behkan telah menjadi lahan yang subur untuk menanam benih kehidupan, bakal anak manusia yang merupakan keturunan darah dagingnya. Meskipun semua itu terjadi tidak melalui pernikahan resmi. Semua lantaran keadaan yang mempertemukan takdir mereka.

Dengan semua ini, semakin jelas perbedaan nasib antara Si Buta Dari goa Hantu dengan Si Mata Malaikat. Sampai akhir petualangannya Si Buta Dari Goa Hantu tidak pernah memiliki seorang istri, sementara Si Mata Malaikat telah berhasil menanamkan benih kehidupan baru untuk generasinya nanti.

Demikianlah kisah hidup Si Mata Malaikat, musuh dan sekaligus penuntun takdir bagi Si Buta Dari Goa Hantu. Kidah hidup dua sisi yang berbeda. Yang satu berada di dunia kegelapan sementara yang satunya sebagai penumpas kejahatan. Yang satu sebagai pengelana tak tentu arah, satunya lagi lelaki yang penuh sasaran jelas yaitu dendam dan kekuasaan. Yang satunya sebagai lelaki penyendiri dan satunya lagi sempat menikmati rasanya keterikatan hati bahkan telah berhasil menanamkan benih kehidupan yang merupakan calon generasinya. Memang dua kehidupan dalam dua kutub yang jauh berbeda. Atau dapat dikatakan hidup dalam satu keping mata uang dalam sisi-sisi yang berbeda. Yang satu tak bisa dilepaskan dari yang lainnya.


Uraian ini disarikan dari episode: Si Buta Dari Goa Hantu (1967/2005), Bangkitnya Si Mata Malaikat (1987) dan Pamungkas Asmara (1987)

NB : disarikan dari blog : ganesth.multiply.com. saat ini saya sedang terpesona dengan serial si buta dari goa hantu. terutama si mata malaikat yang menurut saya cool banget. sekadar ralat, pada gambar anda menyaksikan si mata malaikat terlihat segar bugar pada versi sinetron. padahal versi sinetron, peran si mata malaikat dibawakan oleh HIM Damsik, sementara pada seri layar lebar diperankan oleh Advent Bangun.

Komentar

Cerita yang melegenda apalagi berasal dari kisah komik. Yang inspirasinya berasal dari khayalan penulis komik. Mantap banget ulasannya.

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI