kalau kau berpikir seperti ini
kalau kau berpikir seperti ini:alangkah lama dan meletihkan
membesarkan pentil-pentilku
yang kelak ketika sempurna dalam
serat dan lezat
dikerat codot atau kanak yang
tak sekalipun ikut merawat
maka kau boleh berpura lupa ingat
bahwa kau pernah mencintaiku
dan aku akan buru melepas
gapai pada tangkai
lerai menuju sulurmu yang pernah permai
dan kukembalikan segala getar
yang pernah kauhantar.
lalu kita akan sama lega
sebab tak ada lagi hutang yang mesti dihitung.
namun bila seperti ini yang kaupikir:
alangkah indah dan membahagiakan
setiap detik merambatkan munajat
demi matang sempurna buah kecilku
yang kelak tak bakal bisa kauputil
maka dengan segala kemesraan
kujulurkan cinta ke sulur-sulurmu,
cinta melalui tai codot yang mencucupku
tapi kauikhlaskan,
cinta melalui taburan pupuk pekebun yang
bersama anak-anaknya banyak mencicipku
tapi kaurelakan,
sebab dalam diriku tak akan padam
api cinta yang kaunyalakan
dan api itu
menyala pula dalam dada siapa-siapa
yang aku kenyangkan.
dan sepanjang kautumbuh
cinta itu akan terus bertambah.
hujan turun
hujan turun. bunyi benturannya denganatap rumah mengingatkanmu pada
rasa sedih yang dalam, rasa sedih
sebab lambaian seseorang yang
berjanji kembali dan kini telah
membuatmu menjadi perawan
tua bahan gunjing di kampung.
hujan turun. udara dingin yang
dibawanya menelusup juga di
bawah selimut di mana kau berkerut
menekuk badan menahan umpat
sebab teringat di waktu dulu kau
sering berkeringat di saat hujan
begini, merasa hangat di dekap lapang
dada seorang yang kini tak ketahuan
rimbanya.
hujan turun. tetes-tetesnya yang berjingkat
di halaman seperti mengajakmu
bermain bersama, mengundangmu
berlari telanjang seperti anak-anak
yang hanya merasa susah saat tak
mendapat kembang gula atau boneka
kain teman bermain.
hujan turun. kau tak juga mengerti bila
butir-butirnya semata ingin menemu
lubang di genteng, menjelma bocoran
yang kautampung dalam gentong air
dan suatu ketika dapat membantumu
menanak beras atau memenuhi gelas
kopi untuk menghangatkan malam sepimu,
juga ia ingin membasuh sekujur
tubuhmu sesaat sebelum kau berakhir
dalam liang yang telah sekian lama
memandangmu.
setangkai puisi (1)
percayalah, aku sedang berusahasampai kepadamu walau tak
tahu sebagai apa.
kadangkala aku suka membayangkan
bakal datang sebagai lampu
yang mampu menerangi tiap sudut
rumahmu,
sebab ingat aku senantiasa
alangkah takut kau dengan
gelap malam yang rajin
menyalakan kenangan buruk
untuk mengganggu tidurmu.
atau sebagai atlas, pemanggul
bumi yang senantiasa gagal
melipur lelah, sebab demikianlah
aku kini, selalu berjalan
bersama hujan memanggul
rindu yang meyuburkan airmata.
namun, sungguh aku mengerti
seperti apa kau sekarang: pembaca
dengan rumah penuh lampu dan
tak menyukai cerita-cerita
dari masa lampau.
maka kukirim saja bahasa
yang tak pandai bersolek ini
dan maknailah seperti
yang kaumau
sebab jalan sunyi menuju kau
yang dilaluinya, bisa saja
merubah apa-apa yang ingin
kubunyikan.
setangkai puisi (4)
aku ingin menyemat tandapada daun-daun yang memenuhi
ranting-ranting,
tanda yang semoga mampu membekas
pula pada sayap setiap kupu
yang pernah berulat dan berkepompong
padaku,
agar suatu saat, ketika
kupu-kupu itu telah sanggup
terbang jauh dan berhasrat
menengok rumah masa kanaknya,
tak sesat ia pada dahan
lain yang bisa saja menyimpan
iguana atau ular pemangsa.
namun aku memang
orangtua yang mesti dilepas
dari kenang setiap anak-anak
menempuh tualang,
dan segala tanda hanyalah
isyarat pulang, isyarat kembali
pada pengulangan
sementara tahu benar kita
hanya petualang kalah
yang pulang, hanya yang takut
berpeluh yang terus mengulang
tempuhan jalan pergi.
NB : di luar kontroversi yang dibikin oleh Dadang Ari Murtono, terutama penjiplakan cerpen-cerpen Akutagawa, sesungguhnya Dadang adalah seorang penyair yang sangat baik. ia juga pribadi yang tekun belajar dalam membaca karya-karya sastra.
Komentar