Penyair Lampung Agit Yogi Subandi meluncurkan buku kumpulan puisi “Sebait Pantun Bujang” yang diterbitkan Dewan Kesenian Lampung, Desember 2010 dan akan beredar mulai bulan Februari 2011. Ketua komite sastra Dewan Kesenian Lampung, Ari Pahala Hutabarat mengatakan, agar lebih menumbuhkembangkan tradisi bersastra di Propinsi Lampung, Komite Sastra Dewan Kesenian Lampung berinisiatif menerbitkan sejumlah buku karya sastrawan muda Lampung (penyair dan cerpenis) yang karya-karyanya telah mewarnai media sastra Indonesia beberapa tahun belakangan ini.
Buku kumpulan puisi Sebait Pantun Bujang tersebut memuat 26 puisi, sebagian besar dari puisi-puisi tersebut pernah termuat di media cetak nasional dan daerah. Sebagian mengalami perubahan judul ataupun isi. Agit Yogi Subandi, lahir di Prabumilih (Sumatera Selatan) pada 11 Juli 1985, kemudian dibesarkan dan menetap di Lampung. Ia menyelesaikan pendidikan sarjanyanya di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Selama kuliah ia bergabung di Unit kegiatan Mahasiswa Bidang seni (UKMBS) Unila di organisasi tersebut, ia sempat mementaskan beberapa pertunjukan teater bersama Teater Kurusetra dan Komunitas Berkat Yakin (koBer) Lampung. Sebagai penulis muda di daerah ini, ia telah memiliki banyak prestasi di bidang kepenulisan.
Penulis kumpulan puisi Pertempuran Rahasia dan juga seorang dosen creative writing Universitas Diponegoro, Triyanto Tiwikromo menyampaikan, “sajak yang bagus membutuhkan penyair yang mampu mendayagunakan linguistik. Selain itu sajak-sajak Agit lahir dari pengembaraan tak kunjung henti penyair ke dalam ruang misteri bahasa dan kemungkinan-kemungkinan peristiwa tak terduga. Ini membuat sajak-sajaknya surealis, tetapi tidak obskur. Sajak yang masih mengandung misteri tetapi menampik kegelapan pemaknaan.” Sementara itu, Acep Zamzam Noor menilai bahwa Agit telah mempunyai modal kepenyairan. Kepekaannya terhadap kata membuat frasa-frasanya terasa penuh nuansa. Begitu juga kepekaannya terhadap kehidupan, membuat metafor-metafornya yang lancar mengalir, tetap mempunyai kedalaman. Ungkapnya. Dan Oka Rusmini juga tidak ketinggalan, ia mengungkapkan, “Membaca kumpulan puisi ini kita seperti diingatkan kembali pada keindahan alam yang romantik. Kesunyian, juga hal-hal yang menyentuh dan mengingatkan kita, betapa selama ini kita sudah hampir kehilangan 'identitas manusia’ kita. Tenang dan hampir tanpa persoalan hiruk-pikuk kekerasan”.
Selain buku kumpulan puisi Agit Yogi Subandi, Dewan Kesenian Lampung juga menerbitkan buku kumpulan puisi Arya Winanda (Desis Ular), Lupita Lukman (Mimpi Basah), buku kumpulan cerpen Alexander GB (Cerita-Cerita dari Rumah No. 9). Ari Pahala menambahkan, “sejumlah nama yang kami pilih merupakan bibit-bibit potensial di ranah sastra Lampung. Puisi dan cerpen mereka pernah dimuat di media massa nasional dan daerah. Untuk itulah kami memberi ruang kepada mereka untuk menerbitkan buku perdana ini. Kami berharap kiprah mereka di ranah sastra akan terus belanjut, tidak terhenti di tengah jalan, dan disusul dengan nama-nama baru dengan karya-karya yang berkualitas” ujarnya.
Komentar