Langsung ke konten utama

Dua Puisi Pablo Neruda / Terjemahan Njoto)



Kau harus dengarkan aku

Aku bernyanyi mengembara
diantara batang-batang anggur
Eropa
dan dalam angin,
angin Asia.
Yang terbaik dari sepanjang usia manusia
dan dari kehidupan,
dari kehalusan bumi,
dan damai sejati
kuhimpun dalma perantauan hidupku.
Yang terbaik dari bumi yang satu
dan dari bumi yang lain
kupakukan pada bibirku
dengan laguku:
kebebasan angin,
kedamaian ditaman anggur.
Kadang-kadang manusia seperti
bermusuh-musuhan
tetapi malam itu selubung
bagi semua
dan cahya raja
menggugah kita;
cahya dunia
Dan ketika sampai aku dirumah-rumah
duduk mereka sekitar meja
kembali mereka dari kerja
dengan tangis atau tawa.
Semua sama.
Sekalian mata mencari
jalan cahaya.
Sekalian mulut menyanyi
lagu musimsemi.
Semua.
Maka itu aku
diantara batang-batang anggur
dan dalam angin
memilih
yang terbaik pada manusia.
Dan kau harus dengarkan aku.

(Sumber: Harian Rakjat, 11 Desember 1954)


Kepada Siqueiros, ketika berpisah

Kutinggalkan dikau pada tjahja Djenuari,
kau djantung kemerdekaan Kuba,
Ingat. Siqueiros, kutunggu dikau
dinegeriku, negeri gunungapi dan saldju.
Kulihat lukisanmu dipendjarakan,
seperti api dia akan meluluhkan belenggu.
Sedih aku oleh kebengisan perpisahan ini,
tapi seni dan negerimu tertjinta satu,
Mexico ikut terbui bersamamu.
Pablo Neruda

(Sumber: Harian Rakjat, 19 Mei 1962)


(Dihimpun Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan)
sumber : indonesiabuku.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI