JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin butuh penanganan lebih serius dan profesional. Diperlukan terobosan kreatif agar tempat penyimpanan puluhan ribu dokumen sastra itu lebih mandiri dalam hal finansial. Pemerintah juga diharap turut mendorong swasta untuk peduli.
”Perpustakaan dan dokumentasi butuh dana besar. Tempat semacam itu tak bisa menghasilkan uang, tetapi malah mengeluarkan dana terus-menerus. Itulah kenapa banyak perpustakaan dan pusat dokumentasi yang mati di negeri ini,” kata Seno Gumira Ajidarma, budayawan sekaligus penulis sastra, Kamis (24/3).
Untuk menghidupkan PDS HB Jassin yang berkelanjutan, perlu perubahan revolusioner. Perpustakaan dan pusat dokumentasi semacam PDS HB Jassin bisa dikemas lebih gemerlap, dinamik, dan revolusioner.
”Kalau dulu pusat dokumentasi dan perpustakaan citranya tua, kumuh, dan merana, sekarang harus lebih modern,” kata Seno. Memang butuh biaya besar. Keterlibatan swasta diperlukan.
Ia mencontohkan Bibliopolis, perpustakaan di sebuah mal di Surabaya, Jawa Timur. Bibliopolis didirikan Diana AV Sasa, pencinta buku yang bercita-cita menjadikan mal tempat menyerap ilmu, selain tempat belanja.
Menurut penyair dan penulis Nirwan Dewanto, pemerintah perlu memberi kemudahan perusahaan yang mau membantu pelestarian pusat dokumentasi dan perpustakaan, misalnya keringanan pajak.
Di sisi lain, pengelola PDS HB Jassin juga harus lebih proaktif menggalang kekuatan. Menurut Seno, pengelola PDS HB Jassin bisa mengumpulkan anak-anak muda untuk membantu, seperti membuat situs web dan sistem dokumentasi modern.
Cara lain agar tetap eksis bisa juga dengan cara sederhana. ”Seperti lomba dan festival,” kata pensiunan Guru Besar Universitas Gadjah Mada yang juga budayawan, Bakdi Soemanto.
Sebagai pengunjung setia, Bakdi mengaku sangat terbantu dengan keberadaan PDS HB Jassin. Dokumentasi di sana memperkaya wawasan dan keahliannya. Tak jarang ia sengaja ke Jakarta hanya untuk berkunjung ke PDS HB Jassin.
Namun, ia prihatin sekaligus kecewa sebab sering kali ia menemukan bagian halaman buku/ dokumentasi yang hilang.
”Perawatannya harus diperbaiki. Kalau tidak ke sana, ke mana lagi mencari (dokumentasi sastra),” kata Bakdi yang pernah menemukan tulisan tangan ucapan ulang tahun WS Rendra untuk NH Dini.
Mengenai tawaran Universitas Indonesia memindahkan PDS HB Jassin ke kampus UI, Bakdi berpendapat, ”Lebih baik berdiri dengan gedung sendiri, tidak ikut gedung orang supaya bebas dari berbagai kepentingan tertentu.”
Untuk menyelamatkan koleksi, pustakawan dan sarjana ilmu perpustakaan akan digerakkan untuk membantu tenaga dan pikiran. Di sejumlah daerah, gerakan koin untuk PDS HB Jassin terus berlangsung.
Komentar