Langsung ke konten utama

Klarifikasi Kontroversi Pemuatan Cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon karya Dadang Ari Murtono di Kompas Minggu (31/01/11)

Penjelasan Fajar Arcana tentang pemuatan Perempuan Tua dalam Rashomon:

1. Kami (Editor Kompas Minggu) telah melakukan kajian dan penelusuran2 yg diperlukan sehubungan pemuatan cerpen Perempuan Tua dalam Rashomon (PTdR)

2. Kami jg coba hub Sdr Dadang Ari Murtono sbg penulis PTdR untuk meminta klarifikasi. Tp smp klarifikasi ini dibuat ybs tak mnjawab

3. Ada 2 soal yg kami temukan mnyangkut pemuatan PTdR.

A) Cerpen PTdR diinput ke basket opini Kompas pd November 2010.

B) Editor kompas Minggu tlah melakukan perbandingan antara PTdR dr Dadang dg Rashomon karya Akutagawa Ryunosuke versi bbrp terjemahan.

4. Slm proses seleksi di #koming Dadang tak prnah mnyatakan menarik crpen PTdR. Pdahal,meski blakangan km th karya itu tlah dimuat mdia lain.

5. Editor Kompas Minggu menilai tindakan itu menyepelekan etika dunia penerbitan. Seharusnya penulis berkabar bhw tulisannya sdh dimuat media lain.

6. Editor Kompas Minggu juga telah mndapat masukan dr bbrapa penulis yg mlakukan perbandingan thd ke2 cerpen itu. Bhn itu dijadikan sbg prtimbangan.

7. Editor #koming jg telah mndapat masukan dr bbrapa penulis yg mlakukan perbandingan thd ke2 cerpen itu. Bhn itu dijadikan sbg prtimbangan.

8. Ok saatnya saya selipkan klarifikasi Dadang soal tuduhan plagiat terhadap cerpen Akutagawa Ryunosuke. Baru saja kami bicara

9. Dadang mngaku tak tahu ada etika bhw sbuah krya hanya boleh dikirim kp...d 1 media saja. Ia bbrp kali mngirim krya kpd lbh dr 1 media

10. PTdR ia kirim bulan November ke Kompas, lalu seminggu kemudian dikirim lg ke Lampung Post. Katanya, yg penting lokal dan nasional

11. Ktk PTdR dimuat Lampung Post,5 Des'10, sedikitpun tak ada niatan dr Dadang untuk menarik cerpen itu dr Kompas

12. Bahkan smp akhirna PTdR dimuat Kompas,30 Jan'11, Dadang merasa biasa saja. Sekali lagi ia blg tak tahu ada etika itu.

13. Prilaku sama ia lakukan bbrp kali thd media di Solo dan Surabaya untuk satu karya yg sama. Itu pengakuan Dadang

14. Ktk diberitahu bhw prilaku itu melanggar etika, ia minta maaf. Tp katanya,smp skg blm ada yg komplain, krn dia blm buka internet

15. Ok soal plagiat.Saya tunjukkan kpd Dadang banyak kata,kalimat,dan alinea dlm PTdR copy paste dr karya Akutagawa Ryunosuke

16. .Dadang blg dlm catatan PTdR ia sdh sebut terinspirasi dr Rhasomon karya Akutagawa. Menurutnya,ia sdh jujur menyebut sumber karya

17. Kalau toh ia mengcopy-paste dialog dan alinea, itu krn ia ingin mnangkap utuh suasana dalam Rhasomon. Tak bermaksud jd plagiator

18. Katanya ia sdh mengubah sudut pandang cerpen Rhasomon lalu membuat ending yg beda. Dg bgt ia tetap bersikukuh tidak menjiplak

19. Hsl pembacaan kami dan jg membandingkan dg kajian pr penulis, setidaknya ada 6 alinea dlm PTdR sama persis dg Rhasomon

20. Stlah mnimbang 2 soal, pengiriman ganda dan unsur2 yg mmbuat PTdR dsebut karya plagiat, lalu mmberi ksempatan Dadang klarifikasi

21. Kami para editor #kompas minggu sepakat MENCABUT cerpen PTdR dr terbitan Kompas Minggu,30 Januari 2011, dan menyatakan karya itu tak pernah terbit

22. Dg rendah hati kami pr editor kompas minggu mengakui telah kecolongan akibat penerbitan PTdR tulisan Sdr Dadang Ari Murtono

23. Thd prilaku Dadang yg kita indikasikan sbg tindakan plagiat tp menyangkalnya, editor #koming akan mengambil sikap thd karya2nya yg lain.

24. Demikian tweeps klarifikasi dan sikap kami thd pemuatan cerpen PTdR tulisan Dadang Ari Murtono di #koming 30 Januari 2011 lalu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi