Langsung ke konten utama

Inilah 4 Novel Unggulan Hasil Sayembara DKJ

Sabtu, 15 Januari 2011 - 02:34 wib
Arpan Rachman - Okezone

JAKARTA – Tidak ada pemenang utama dalam Sayembara Menulis Novel di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2010. Pengumuman yang digelar di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat, 14, Januari 2011, hanya menganugerahkan 4 orang sebagai unggulan.

“Kami membaca 254 naskah novel dalam 3 bulan dan mengadakan 3 kali rapat yang dua rapat pertama berlangsung alot dengan perbedaan pendapat antarjuri. Hanya pada rapat terakhir diambil kata sepakat memutuskan tidak ada pemenang utama dalam sayembara kali ini,” kata Anton Kurnia yang memberikan sambutan mewakili dua Dewan Juri lainnya, yakni Sapardi Joko Damono dan AS Laksana, Jumat, 14 Januari 2011 malam.

Keempat pemenang unggulan tersebut, masing-masing Ramalda Akmal, Wisran Hadi, Hendri Teja, dan Arafat Nur. Mereka dinilai memproduksi novel layak menang dalam perhelatan syaembara DKJ 2010. Lomba menulis novel itu sendiri diadakan setiap dua tahun sejak 2006. Tetapi menurut sejarahnya, sejak 1974 hingga 1984 even ini pernah digelar setiap tahun.

Dalam pertanggungjawaban Dewan Juri yang dikemukakan Anton, dikatakan, ada 4 naskah novel yang dikategorikan memenuhi syarat baik dari poin penilaian dan mekanisme penentuan pemenang.

“Perdebatan cukup alot terjadi di rapat ketiga atau rapat terakhir. Selama tiga setengah jam dewan juri akhirnya memilih hanya empat unggulan dan tanpa pemenang,” tandas Anton.

Keempat novel yang menjadi novel unggulan Sayembara Menulis Novel DKJ 2010 adalah Persiden, Lampuki, Jatisaba, Memoar Alang-alang. (fer)
Sinopsis Singkat 4 Novel Unggulan Sayembara DKJ
Sabtu, 15 Januari 2011 - 02:45 wib
Arpan Rachman - Okezone
JAKARTA – Otoritas penjurian dalam sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2010 oleh Komite Sastra DKJ selaku panitia diserahkan sepenuhnya kepada Anton Kurnia, AS Laksana, dan Sapardi Djoko Damono.

“Seperti akan sepi peminat, ternyata kami menerima 277 naskah novel yang sebagian besar masuk di hari terakhir,” kata Anton Kurnia, salah satu dewan juri, kepada okezone di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jumat, 14 Januari 2011.

Empat pengarang dinyatakan sebagai pemenang unggulan, yakni Ramalda Akmal, Wisran Hadi, Hendri Teja, dan Arafat Nur. Inilah petikan 4 novel berikut argumen kemenangannya dari kacamata dewan juri.


Berikut sinposis singkat empat novel:

1. Persiden

Novel berlatar belakang budaya Minangkabau yang coba mengangkat lokalitas dan persoalan adat dengan cara pandang dan bentuk baru yang kritis. Tradisi dipertanyakan dan dibenturkan dengan kenyataan dan modernitas, bukan dimamah dan ditelan mentah-mentah. Alur bercabang di akhir novel ini lebih menarik dan tidak konvensional.

2. Lampuki

Berlatar Aceh pada masa Daerah Operasi Militer (DOM), novel ini adalah satire cerdas tentang gebalau konflik TNI versus GAM, yang pada ujungnya menyengsarakan rakyat kecil. Dengan bahan cerita yang sangat emosional bagi rakyat Aceh, novel Lampuki mampu menjaga penokohan tidak menjadi hitam-putih, kendati karakterisasi tokoh utama/narator terasa kurang pendalaman. Upaya menyiasati bentuk tampak pada alur dan penokohan yang tidak linear.

3. Jatisaba

Beragam karakter dimunculkan dalam cerita ini dan tertangani cukup baik. Hanya tokoh Sitas, perempuan kasar dan tukang bergunjing, kadang-kadang bersuara terlalu cerdas untuk karakter yang mendekati dungu. Menggarap masalah trafficking, yang dilakukan dengan kedok pengiriman TKI, novel ini dituturkan melalui sudut pandang si pelaku kejahatan, seorang perempuan yang sebelumnya juga menjadi korban kejahatan tersebut. Perempuan itu kembali ke desanya yang melarat dan kacau oleh situasi politik Pilkades, mengkhianati kenangannya sendiri, mengkhianati kawan-kawan lama, dengan siapa sesungguhnya ia selalu ingin bersama-sama.

4. Memoar Alang-alang

Novel berlatar historis ini diilhami kisah hidup tokoh faktual Tan Malaka (1896-1949). Penulis tampak berupaya melakukan riset untuk menghidupkan latar awal abad kedua puluh di Sumatra, Jawa, dan Belanda serta atmosfer pergerakan nasional di tengah kungkungan kolonialisme. Sejumlah kejadian penting yang membangun watak, melandasi pilihan politik dan sikap hidup karakter utama berhasil dihidupkan dalam adegan-adegan yang menarik. Bangun cerita yang disusun lumayan memikat. Kisah cinta segitiga yang disusupkan di antara jalinan utama cerita menghindarkan novel ini dari keterjerumusan menjadi sebuah risalah propaganda yang kering.(fer)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi