Langsung ke konten utama

Puisi-Puisi Dody Kristianto di Kompas, 25 Maret 2012

 
Perihal Kalah Bertarung

Bagaimana bila jurus dan siasatmu yang paling ampuh tak mampu menggoyahkan ia? Memindah ia dari berdirinya.

Atau jika belukar dan bebatang tinggi menolak menjagamu, menyamarkanmu dari tatapannya yang berjaga.

Tentu kamu lebih menunggu geludug di langit  bertandang dan menyambarnya yang masih memainkan jurus yang tak mampu kamu elakkan.

Kamu yang telah memainkan segala senjata, yang menunjukkan itikad menyentuh bagian jantungnya. Semua muslihatmu telah ia kira, telah ia hitung sampai pada tusukan pedangmu yang terhalus.

Tentu ia lebih banyak mendaras kitab dibanding kamu yang hanya sampai mengejanya.

Maka, biar jurusnya menghampirimu. Pasrah saja. Namun, amati segala tingkah yang disimpan tinju itu. Kamu tentu tak menduga bila tinjunya melepas bayangan yang ingin meninggalkan jejak memar pada dadamu.

Atau bila tiba-tiba telapak itu berubah pedang, menyentuh dan meninggalkan sayatan atau irisan pada kulitmu.

Semua tingkah lakunya tentu kamu simpan dalam kenangan. Kelak, kamu berharap akan berjumpa lagi dengannya. Mengembalikan segala memar dan luka yang ia tinggalkan.

Tentu saja kamu harus mengucap doa agar jurus termahirnya tidak menyentuh tubuh dalammu dan membalikmu menuju tanah yang tak pernah kamu rasa.

Bila demikian, kamu tentu mengucap selamat tinggal bukan?

(2012)


Melatih Pukulan Kidal

bukan adab sopan itu
yang kamu cemaskan benar bukan
tapi bagaimana yang tak imbang ini
kini sejalan

selaras dalam gerak, menyatu dalam sajak
hingga yang terlihat ialah sepasang hantam
paling rancak

kuatkanlah, sebagaimana kamu mengenali
tangan kananmu yang sanggup memecah batu

pertama
bila mampu keraskan ia
hingga sebuah martil
tak sanggup menggoyang keteguhannya

kedua
ia sungguh perlu lemas
ia perlu mengambang namun mematikan
ia perlu mengenal bagaimana ular yang tenang 
sanggup melemahkan seekor macan

ia perlu belajar ihwal keluwesan
pada dedaun yang sudah hilang hijaunya
dan tinggal menunggu waktu pulang ke tanah

(2012)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI