Perihal Kalah Bertarung
Bagaimana bila jurus dan siasatmu yang paling ampuh tak mampu menggoyahkan ia? Memindah ia dari berdirinya.
Atau jika belukar dan bebatang tinggi menolak menjagamu, menyamarkanmu dari tatapannya yang berjaga.
Tentu kamu lebih menunggu geludug di langit bertandang dan menyambarnya yang masih memainkan jurus yang tak mampu kamu elakkan.
Kamu
yang telah memainkan segala senjata, yang menunjukkan itikad menyentuh
bagian jantungnya. Semua muslihatmu telah ia kira, telah ia hitung
sampai pada tusukan pedangmu yang terhalus.
Tentu ia lebih banyak mendaras kitab dibanding kamu yang hanya sampai mengejanya.
Maka,
biar jurusnya menghampirimu. Pasrah saja. Namun, amati segala tingkah
yang disimpan tinju itu. Kamu tentu tak menduga bila tinjunya melepas
bayangan yang ingin meninggalkan jejak memar pada dadamu.
Atau bila tiba-tiba telapak itu berubah pedang, menyentuh dan meninggalkan sayatan atau irisan pada kulitmu.
Semua
tingkah lakunya tentu kamu simpan dalam kenangan. Kelak, kamu berharap
akan berjumpa lagi dengannya. Mengembalikan segala memar dan luka yang
ia tinggalkan.
Tentu
saja kamu harus mengucap doa agar jurus termahirnya tidak menyentuh
tubuh dalammu dan membalikmu menuju tanah yang tak pernah kamu rasa.
Bila demikian, kamu tentu mengucap selamat tinggal bukan?
(2012)
Melatih Pukulan Kidal
bukan adab sopan itu
yang kamu cemaskan benar bukan
tapi bagaimana yang tak imbang ini
kini sejalan
selaras dalam gerak, menyatu dalam sajak
hingga yang terlihat ialah sepasang hantam
paling rancak
kuatkanlah, sebagaimana kamu mengenali
tangan kananmu yang sanggup memecah batu
pertama
bila mampu keraskan ia
hingga sebuah martil
tak sanggup menggoyang keteguhannya
kedua
ia sungguh perlu lemas
ia perlu mengambang namun mematikan
ia perlu mengenal bagaimana ular yang tenang
sanggup melemahkan seekor macan
ia perlu belajar ihwal keluwesan
pada dedaun yang sudah hilang hijaunya
dan tinggal menunggu waktu pulang ke tanah
(2012)
Komentar