Langsung ke konten utama

Saya Ingin Menghidupkan Kembali Rumah Liar Saya

Tahun 2018. Cukup jauh rupanya jarak antara tulisan ini dengan tulisan terakhir saya di blog surem ini. Pada rentang waktu itu pula, saya sudah tak berdiam di Jawa Timur lagi. Ya, saya berpindah ke Tanah Jawara, Banten. Pun saya kini sudah berkeluarga: ada istri dan anak. Tentu saja, blog ini hidup kembali dengan semangat yang berbeda dari saat kali awal saya lahirkan: sebagai tugas akhir mata kuliah kehumasan yang saya lanjutkan sebagai medium berkreasi. 
Cukup banyak perubahan yang terjadi selama saya vakum menulis di blog. Presiden yang berganti, kondisi sosiopolitik ekonomi yang berubah, hingga kondisi kesusastraan yang jauh berbeda dengan tahun-tahun saya mulai menghidupkan blog surem ini. Buletin SARBI yang dulu juga saya anggit bersama kawan-kawan di Sidoarjo saat ini sedang dalam masa vakum. Dan saya tentu saja tidak menghendaki buletin ini bangun kembali, hehehe. Biarlah ia abadi dalam tidur panjangnya dan menjadi monumen persahabatan antara saya dengan kawan-kawan, seperti Arfan, Fauzi, Ferdi, Heru, Angga, maupun Taufik. 

Bagi saya, perlu ada perluasan gerakan merespons perubahan di dunia kebudayaan (terkhusus sastra). Maka, saya pun merasa wajar dengan gerakan Fauzi dengan Komunitas Stinggil-nya di Sampang, Madura ataupun Ferdi yang menginisiasi Malam Puisi Sidoarjo. Pun dengan Arfan yang kini menggawangi Buletin Jejak Literasi. Bahkan, masih harus ada tambahan gerakan-gerakan lain. Bolehlah Heru dengan komunitas manuk-manukannya. Atau saya yang lagi gandrung diecast, hahaha. Perluasan ini bisa jadi akan melahirkan sudut pandang baru dalam menyikapi perkembangan kebudayaan, pun kesusastraan yang makin terbuka. 

Entah, apalagi yang harus saya ketikkan pada edisi awal restorasi blog surem temerem ini. Yang pasti saya gembira dan ingin menata kembali rumah ini sebagai ajang berekspresi maupun berkarya. Tentu saja tak lepas dari berbagai kekurangan bahwa saya akan masih sering mengambil karya dari sana-sini untuk melengkapi rumah surem ini. Sekian, semoga hari Kita semua menyenangkan. 

(DK)  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu...

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI...

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari inf...