Oleh Eva Dwi Kurniawan
Selama ini saya memang tidak mengikuti proses kreatif yang dilakukan oleh kawan-kawan saya di Surabaya. Saya hanya tahu mereka dari status yang mereka tulis di akun facebook. Itu saja. Sementara saya, terhadap fecebook tidak terlalu begitu antusias. Apa yang ditanyakan, apa yang di bantah dalam akun fecebook saya, jika saya sedang ingin membalas, tentu akan saya balas. Namun, tampaknya, lebih banyak saya balas setelah sekian hari atau minggu. Saya tidak terlalu fanatik dengan facebook.
Beberapa waktu lalu, seorang kawan, Dody Kristianto mentag sebuah cover jurnal puisi. Setelah aku baca siapa yang berada di belakang jurnal itu, tampak nama-nama yang tidak asing didengar. Melihat nama-nama itu semua, tentu, besar harapan saya agar jurnal itu tetap bertahan. Mereka adalah
Kemungkinan besar, saya melihat, keberadaan jurnal itu adalah sebuah perkawainan antara teman-teman yang menamakan dirinya sebagai komunitas SARBI dengan teman-teman di komunitas Rabu Sore. Yang saya tahu, secara aktif komunitas yang menerbitkan sebuah tulisan dengan agak serius adalah komunitas SARBI (Sastra Anlienansi Berbasis Independen). Mereka memformat media tulisnya, yang awalnya berupa lembaran kertas biasa, sebagaimana halnya brosur-brosur pada umunya, diusahakan pula diwujudka menjadi media digital. Berformat PDF dan dapat didownload secara gratis. Tampilannya sangat bagus selayak media seni prfesional yang menampilkan disain menarik. Menyegarkan mata. Bagi saya, itu sudah menjadi kemajuan yang baik. Semantara itu, komunitas Rabu Sore masih seperti biasa yang saya ketahui, masih mengunakan media berupa kertas serupa brosur promosi sebuah produk.
Namun, keaktifan teman-teman di Surabaya, tampaknya memang harus mendapat apresiasi hangat. Bagaimana pun juga, hal itu layak untuk dicatat ke dalam sejarah kesasatraan Indonesia. Berbagai bentuk kegiatan dan karya yang dihasilkan layak untuk dicatat. Meniru apa yang dikatakan oleh Chairil Anwar, layak dicatat, layak mendapat tempat.
Komentar