Langsung ke konten utama

RATUSAN PENYAIR SIAP IKUTI PPN V PALEMBANG


Palembang, 15/5 (ANTARA) - Sebanyak 151 penyair nasional dan beberapa negara Asia Tenggara siap mengikuti Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) V di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) yang akan digelar 17-20 Juli mendatang.

Para penyair itu berhasil lolos seleksi atas karya mereka oleh para editor (Ahmadun Yosi Herfanda, Anwar Putra Bayu, dan Isbedy Stiawan ZS) dari sebanyak 215 penyair yang masuk ke panitia PPN V, di Palembang, Minggu.

Menurut Anwar Putra Bayu, penyair asal Sumsel sekaligus mewakili editor, rapat editor pada hari Minggu ini sejak pukul 09.00 hingga 16.00 WIB telah bekerja keras menyeleksi sekitar 650 puisi dari 215 penyair dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand.

"Tim editor sudah bekerja maksimal, sehingga buku yang akan diterbitkan dalam acara itu juga bakal tebal," ujar Anwar Putra Bayu yang juga Pengurus Dewan Kesenian Sumsel itu lagi.

Bayu yang juga Sekretaris panitia PPN V itu menambahkan, buku antologi puisi tersebut berjudul "Akulah Musi" sebagai representasi sejumlah puisi yang mengangkat tema Musi--sebagai ikon Sumsel.

"Kami memilih judul 'Akulah Musi' didasari pertimbangan banyak yang menulis ihwal Musi dengan berbagai tafsir dan persoalan. Jadi, kami nilai itu sudah mewakili ke-Melayuan," ujar Bayu.

Ahmadun Yosi Herfanda, editor lainnya, menjelaskan, dari 215 penyair yang mengirimkan puisi ke panitia, hanya 165 penyair bersama karyanya yang layak diperdebatkan oleh tim editor.

"Jadi sekitar seratus penyair karena puisinya tak berkualitas, sudah lebih dulu kami sisihkan. Lalu dari 165 penyair itu yang tak lolos 14 penyair. Yang menarik, ada pula penyair senior yang tak lolos seleksi," ujar dia lagi.

Hal itu diakui Isbedy Stiawan ZS, editor lainnya pula. Penyair asal Lampung ini membenarkan, perdebatan terjadi saat menengok penyair dan karyanya.

"Kalau nama, misalnya, ia sudah cukup lama menekuni kepenyairan. Tetapi, karyanya sulit diloloskan. Ini sekadar contoh," kata dia, tanpa menyebut nama penyair tersebut.

Tetapi, diakui Isbedy, tim editor tak melihat wilayah atau daerah dalam menentukan masuk tidaknya karya penyair ke dalam buku antologi puisi "Akulah Musi" ini.

Bisa saja suatu daerah atau provinsi lebih banyak terpilih dibandingkan daerah lainnya, kata dia.

Tim editor sekaligus dewan pengarah PPPN V juga mengagendakan penyair yang akan tampil pada acara pembukaan dan penutupan.

Mereka, antara lain Sutardji Calzoum Bachri, Dato Kemala, Nana Riskhi Susanti pada acara pembukaan.

Lalu Inggit Putria Marga, Toton Dai Permana, Alya Salaisha-Sinta, Diah Hadaning pada acara penutupan.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu...

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI...

Puisi-puisi Indra Tjahyadi

AFTERWORD pada akhirnya kau pun pergi entah ke benua mana entah ke laut mana entah ke dunia mana tapi masih saja aku setia kirimkan pesan pesan singkat buatmu meski di gerimis tak mesti hanya rasa sakit yang menghubungkanku denganmu dengan bayang-bayang darah yang menjelma huruf huruf sunyi bait-bait murung sajakku 2007. MAUT SENDIRI engkau terasa begitu jauh bahkan lebih jauh ketimbang bulan sungguh pernah kurajahkan kembang dan kupu-kupu di gelap dadamu tapi kecantikanmu adalah kepergian dikekalkan jarak terjauh siapa bertugur sendiri di bawah kabut mereguk derita yang tak juga surut bersama luka sunyi membakar buku-buku umur dan kerinduanku kiranya ingin aku mengaduh sekali lagi padamu ketika seekor burung malam terbang menembus mendung tapi hanya sosok langit yang remuk yang pernah terpekik dari suaraku tak ada doa tak ada airmata yang mengantarku sampai ke dasar lubuk kubur di kota tandus tak berlampu kututupkan pelupukku kukenang namamu darah hitam menetes dari sajakku butirannya...