Langsung ke konten utama

150 Penyair Asia Tenggara Kumpul di Palembang



PALEMBANG, Sumselterkini.com: Sekitar 150 penyair dari negara Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand akan berkumpul di Palembang dalam sebuah acara Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) V yang berlangsung 17 – 20 Juli 2011.
Anwar Putra Bayu Sekretaris Panitia PPN V bersama dua penyair senior Ahmadun Yosi Herfanda dan Isbedy Stiawan kepada pers, Senin (16/5) menjelaskan, “PPN V selain mengundang para penyair dan sastrawan dari beberapa daerah di Indonesia juga mengundang penyair dari negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand.”
Tim editor sekaligus panitia seleksi, Ahmadun Yosi Herfanda dan Isbedy Stiawan sudah berada di Palembang sejak akhir pekan. “Ada sebanyak 650 puisi dari 215 penyair yang berasal dari seluruh Indonesia dan negara Asia Tenggara yang masuk ke panitia. Setelah kami seleksi, tim editor memilih sekitar 300 puisi dari 151 penyair yang karyanya akan diterbitkan dalam sebuah buku antologi pusi yang berjudul Akulah Musi,” kata Ahmadun Yosi Herfanda.
Menurut Isbedy Stiawan, puisi yang dihimpun dalam antologi “Akulah Musi” cukup beragam mewakili asal negara dan daerah, mewakili berbagai genre dan lintas generasi.
“Ada penyair yang sangat senior sampai penyair muda berbakat. Juga mewakili gender, banyakpenyair perempuan yang lolos seleksi. Tetapi ada juga penyair senior yang karyanya tidak lolos seleksi, karena setelah kami dibaca tim editor memang puisi yang dikirimnya kualitasnya jelek,” kata sastrawan asal Lampung.
Menurut Anwar Putra Bayu selain penerbitan antologi pada PPN V di Palembang juga aka nada pembacaan puisi pada pembukaan dan penutupan oleh sastrawan Sutardji Calzoum Bachri, Dato’ Kemala, Nana Riskhi Susanti, Inggit Putria Marga, Toton Dai Permana, Alya Salaisha-Sinta dan Diah Hadaning.
Anwar Putra Bayu juga menjelaskan, “PPN V ini juga bagian dari kontribusi penyair dan sastrawan menyemarakan pekan olah raga bangsa-bangsa Asia Tenggara atau SEA Games XXVI tahun 2011 di Palembang yang akan berlangsung November mendatang.”

Komentar

Einid Shandy mengatakan…
Waaah... Keren sekali acarany. Apa anda juga ikut di dalamnya?

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu...

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI...

Puisi-puisi Indra Tjahyadi

AFTERWORD pada akhirnya kau pun pergi entah ke benua mana entah ke laut mana entah ke dunia mana tapi masih saja aku setia kirimkan pesan pesan singkat buatmu meski di gerimis tak mesti hanya rasa sakit yang menghubungkanku denganmu dengan bayang-bayang darah yang menjelma huruf huruf sunyi bait-bait murung sajakku 2007. MAUT SENDIRI engkau terasa begitu jauh bahkan lebih jauh ketimbang bulan sungguh pernah kurajahkan kembang dan kupu-kupu di gelap dadamu tapi kecantikanmu adalah kepergian dikekalkan jarak terjauh siapa bertugur sendiri di bawah kabut mereguk derita yang tak juga surut bersama luka sunyi membakar buku-buku umur dan kerinduanku kiranya ingin aku mengaduh sekali lagi padamu ketika seekor burung malam terbang menembus mendung tapi hanya sosok langit yang remuk yang pernah terpekik dari suaraku tak ada doa tak ada airmata yang mengantarku sampai ke dasar lubuk kubur di kota tandus tak berlampu kututupkan pelupukku kukenang namamu darah hitam menetes dari sajakku butirannya...