para pirsawan yang saya muliaken daripada blog super gak jelas ini, setelah hampir dua mingguan blog ini ngadat, tak update, sepi, tak ada materi dikarenakan komputer jinjing yang selalu saya andalken sebagai alat untuk ngupdate ini ngadat, maka pada kesempatan, malam yang agak-agak mendung ini, saya akan menyiarken puisi-puisi saya yang muat pada Majalah Kidung edisi 20. tanpa banyak cingcong, bacot, dan ba-bi-bu, mari kita nikmati keenam puisi saya ini!
Bangkai Hujan
maka kembali, kembalilah
ia pada asal mula
tempat segala baka
memohon pada sang habbah
kembalilah ia
serupa pemburu buta
yang tak butuh arah
tak minta jumpa
dengan segala
yang tak sengaja
ia tatap dan ia rasa
sungguh, ia kembali,
dari rumah mahatinggi
dari pantun mau mati
dari sayap nan tanggal
di punggungnya paling perih
2010
Ekor Hujan
mungkin ia yang tersisa
sebelum lampu malam
menghapusnya
di sela genting rumah
yang masih dipeluk basah
2010
Kuping Hujan
tetes pertama :
sepasang kesabaran
yang bosan melintas
sebab telah renta ia
melebihi kerentaan daging bumi
yang tak kunjung ia retakkan
tetes kedua :
sepasukan pengelana
yang tak pernah ingin berpulang
ke ketinggian
sebab purna sudah ia menarik
segala macam kerinduan
yang dipanjatkan manusia
ia telah lelah mendengar doa
dan mantra
tetes ketiga :
selembaran kitab langit
yang alpa diisi
sesudah semua bidadari
turun ke bumi
menjelma sehamparan benih
paling putih
sehamparan benih nan letih
nan kelak tak kekal-abadi
2010
Riwayat Hujan
ia tak pernah tahu
di mana ia lahir
di mana ia dikuburkan
yang ia tahu hanyalah
ia akan menempuh
perjalanan panjang
yang tak pernah ia tahu
ke mana arah tujuan
sesungguhnya
sayap-sayap bening
di punggungnya
sudah mulai lelah
minta istirah
tapi ia tahu
ia mesti terus melangkah
ke bawah
menggenapi segala yang baka
yang tak pernah ia duga
2010
Pucuk Hujan
sepasang tanduknya
lebih tajam
menembus tudung malam
sepanjang tatapan
sebarisan semut pendar
berpencar
mencari sebutir kemerciknya
yang diyakini
sebagai biji
untuk musim tanam
yang akan datang
2010
Jantung Hujan
ia sedetik hanya
lebih cepat dari detak digital jam
lebih lesat dari selembaran pukat
ia sedetik hanya
dan hanya ia sekadar sapa
kembaran lamanya
yang terkubur dalam tanah :
kembaran paling bangka
yang telah lama tak ia jumpa
2010
Komentar