Langsung ke konten utama

Puisi-puisi Tsalis Abdul Aziz Alfarisy


Pemirsa blog yang budiman, kali ini anda jumpa lagi dengan pemandu blog anda yang sungguh kelam dan gelap ini. he3...beberapa waktu lalu, saya pernah meng-upload tulisan Kepada Proses yang menyoroti puisi-puisi Abdul Aziz Alfarisy. ini kali saya akan meng-upload puisi-puisi Tsalis Abdul Aziz Alfarisy yang saya soroti dalam esai. tanpa harus banyak bercakap dan beretorika, saya ucapkan selamat menikmati.

Perenungan
: untuk myhta gothica
larut malam, cerita mengalir
bagai darah mengucur
melabrak senyap, menyelinap
pada rumus rekayasa

Berhembus angin lembah
Keluar masuk jendela berjeruji
Gumam kata bercahaya di dada

2008

Senyawa Malam

Di antara dinding gedung licin
mengkilap dengan toilet harum
bagai kamar pengantin kampung

Di kerumunan meja, kursi,
kafe-kafe glamour yang memamerkan
pelayan-pelayan montok dan seronoh
di hingar bingar dentuman musik disko

Di gelap-gelap ruang karaoke
dengan desahan tarian syahwat
memeras keringat

Warna-warni minuman memancarkan
cahaya muram disusul pria dengan
wajah penuh dosa terhimpit syahwat
mau muncrat ke cawat-cawat sundal

2008

Aroma Pasar

Sengak keringat bercampur
semburan ludah kondektur
Mampetnya WC umum kurang air
beraroma pesing kotoran manusia

Beceknya pasar tradisional dan
hiruk pikuknya perang harga
pedagang emperan

Air hitam kali musim
kering pembawa beragam penyakit
gubug reot
tambal sulam
bersandar pada jembatan layang
umpatan kotor para gelandangan
pada nasibnya yang jorok

Aku mematung di antaranya….

2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI