NB : pemirsa blog alienasi yang sungguh sangat sabar. pada awal mula saya itikadken blog ini buat memajang karya-karya para penyair Unesa, minimal kakak-kakak angkatan saya ato adik angkatan saya. akan tetapi, karena satu dan lain hal, agak nyendat dan ngadat. maka baru dapat saya usahakan akhir-akhir ini. pada kali awal seri ini, saya pengen menyiarkan puisi-puisi A Muttaqin yang akhir-akhir ini lagi mencuat di percaturan puisi nasional sekaligus ngubur itu pengaruh puisi gelap dan peteng dari Surabaya. puisi Cak Taqin ini saya sariken dari harian Jawa Pos dikarenakan akun login saya untuk akses harian Kompas lagi ngadat. monggo dinikmati!
Benih
Beri kami langit yang sederhana
udara yang sederhana
dan hujan yang sederhana.
Kami ingin semua tetap sederhana
sesederhana Adam dan Hawa
saat turun dari Sorga.
Kami ingin semua tetap sederhana
sesederhana wahyu pertama
yang menumbuhkan kami di pagi buta.
Kami ingin semua tetap sederhana
sesederhana mata kami
yang putih semata.
Kami ingin semua tetap sederhana
sesederhana sodara tua kami, si sperma
sebelum tumbuh tambun
di lembah habbah. Kami ingin
semuanya tetap sederhana, Gusti
sederhana saja. Kami takut
langit jadi gelap dan putih batang kami
berkarat. Kami takut hujan jadi hebat
dan kepala kami jadi berat.
Kami takut udara jadi liat
dan sepasang daun kami jadi lebat
selebat kuncup sahwat
yang disunting lalat, ulat
dan tangan-tangan yang sesat…
2009
Sajak-Sajak Semut Selepas Ubud
Di pada padi
Antara padi hijau
dan gemuruh derkuku
antara pura parau
dan tuan-puan rantau
patung
patung
dan patung
seperti mendung
detik-detik membumbung
mengusir burung-burung
Ke arah kiri
Antara kentut
dan kentucky
antara kentang
dan kaki kiri
kuinjak
jarak jangkung
yang tak terbilang
tak terjantung
Ke kiri lagi
antara terik tinggi
dan tulang pipi
antara tengik mimpi
dan tai matahari
pematang
pematang
meninggi
rinduku jadi serut
serut semaput
seperti waktu
yang tak teraut
Lebih ke kiri
Antara babi
dan kelinci
antara wuwung wangi
dan wihara para suci
sungai
sungai
masih
melukis nabi
kelapa
meninggi
pisang kembang
dalam hati
duhai Kau
yang menunggang sapi
jangan beri sembunyi
ia yang berbibir belati
Berhenti di sini
Antara anjing
dan bule kencing
antara Pande loading
dan Mona menunggu
putaran gasing
daun
sukun
daun
sukun
menguning
senja
melebar
seperti mata maling
2009
*) Lahir 11 Maret 1983. Lulusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya. Karyanya masuk Puisi Indonesia Terbaik Anugerah Sastra Pena Kencana 2008 dan 2009 serta Traversing/Merandai, Internasional Utan Kayu Literary Biennale 2009.
Komentar
by. tonggo dewe