Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2011

Sutardji Minta Ruang bagi Penyair

PALEMBANG, KOMPAS.com — Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, meminta pemerintah agar memberi ruang para penyair untuk lebih berkreasi menampilkan karya-karya puisinya. "Pemerintah perlu menyediakan ruang bagi penyair untuk berkreasi dan berkarya serta menampilkan puisi-puisinya. Ini merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah yang saat ini terkesan belum dilakukan," kata dia di sela Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) V di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (17/7/2011). Menurut dia, selama ini eksistensi penyair cenderung terbatas per kelompok, seperti melalui majalah Horizon dan Komunitas Utan Kayu. "Kalau pemerintah memberi perhatian kepada penyair, kelompok-kelompok itu seharusnya dirangkul untuk disatukan dan melibatkan kumpulan lain," ujar dia. Ia menyatakan pula, pemerintah seharusnya menciptakan kurikulum pendidikan yang dapat mendorong generasi muda menjadi cinta sastra Indonesia. "Karena sesungguhnya kata-kata yang

Rumusan dan Rekomendasi PPN V

Puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa Pertemuan Penyair Nusntara (PPN) V telah berlangsung dengan lancar di Palembang, pada tanggal 16—19 Juli 2011. PPN V isi beberapa acara utama, yakni Seminar Internasional Perpuisian Nusantara, penerbitan buku kumpulan puisi Akul ... ah Musi, Temu Kerja, Jerayawara (roadshow) Apresiasi Sastra ke beberapa sekolah dan perguruan tinggi , serta Tarung Penyair Nusantara. I. Rumusan dan Rekomendasi Seminar Seminar berlangsung sehari penuh dalam 10 sesi, diawali dengan pleno dan dilanjutkan dengan 9 sesi panel dalam 3 kelas paralel, telah menghasilkan rumusan dan rekomendasi sebagai berikut. 1. Ruh puisi nusantara tidak terlepas dari kebudayaan dan masyarakat nusantara. Oleh karena itu, diperlukan: (a) pertemuan yang intensif secara periodik dan berkelanjutan antar penyair nusantara; (b) penerbitan antologi puisi karya penyair nusantara di luar PPN; (c) pemanfaatan internet untuk kegiatan publikasi puisi dan kritik puisi secara daring

Perpisahan

Cerpen Linda Christanty HANS, tiap kali kita berdiri di tepi sungai itu, kamu selalu mengatakan hal yang sama, seraya menunjuk permukaan sungai yang kehijauan dan memantulkan bayangan kita: mereka menemukan tubuh Rosa*) di sini. Alirannya membelah kotamu, mengalir sampai ke Berlin, kota terakhir yang kamu bayangkan sebagai tempat memulai kehidupan baru setelah letih mengelana dan menjauhinya berulang kali. Tiga hari setelah ibumu meninggal, kamu, kembaranmu Fabian dan ayahmu pergi ke Sungai Spree dan mengenang masa silam yang kini bagai mimpi. Sejak itu kamu ingin lebih dekat dengan mereka. Kamu akan mengunjungi ayahmu sebulan sekali setidaknya jika menetap dan bekerja di Berlin. Kita sekarang berdiri dan menatap sungai yang sama, di bagian tubuhnya yang lain. ”Hampir tiga belas tahun saya meninggalkan rumah orangtua saya. Setelah Ibu tidak ada, keinginan saya untuk menengok rumah jadi lebih kuat. Kamar saya juga masih ada,” katamu memandang ke seberang sungai. Sudah d

Bersiap Bersedih Tanpa Kata-kata

(Buat GM) Cerpen Putu Wijaya Aku menunggu setengah jam sampai toko bunga itu buka. Tapi satu jam kemudian aku belum berhasil memilih. Tak ada yang mantap. Penjaga toko itu sampai bosan menyapa dan memujikan dagangannya. Ketika hampir aku putuskan untuk mencari ke tempat lain, suara seorang perempuan menyapa. ”Mencari bunga untuk apa Pak?” Aku menoleh dan menemukan seorang gadis cantik usianya di bawah 25 tahun. Atau mungkin kurang dari itu. ”Bunga untuk ulang tahun.” ”Yang harganya sekitar berapa Pak?” ”Harga tak jadi soal.” ”Bagaimana kalau ini?” Ia memberi isyarat supaya aku mengikuti. ”Itu?” Ia menunjuk ke sebuah rangkain bunga tulip dan mawar berwarna pastel. Bunga yang sudah beberapa kali aku lewati dan sama sekali tak menarik perhatianku. ”Itu saya sendiri yang merangkainya.” Mendadak bunga yang semula tak aku lihat sebelah mata itu berubah. Tolol kalau aku tidak menyambarnya. Langsung aku mengangguk. ”Ya, ini yang aku cari.’ Dia mengangguk senang. ”Mau diantar

Undangan Menulis Puisi di Buku Antologi Puisi Jember-Yogja PP

  Penting untuk menjembatani puisi dan penyair yang berada di dua wilayah yang berbeda. Baiklah, internet memang berdaya melakukan itu, tetapi keterbatasan kita sendirilah yang seringkali tak dapat mengimbangi kecepatan internet. Di internet, puisi cepat datang sekaligus lekas berlalu, sehingga sangat rentan luput disematkan kedalaman. Oleh sebab itu ada sejenis kepercayaan bahwa tradisi cetak masih harus tetap dijaga. Dengan begitu, puisi yang dilahirkan dengan kerja keras itu menemukan rumah yang lebih awet. Pembuatan buku antologi puisi dua kota ini sekedar jembatan kecil saja di mana para penyair dari Jember dan Yogja dapat berjalan santai berbarengan. Puisi-puisi akan dipertemukan dalam satu jilid buku, dan penyair dari Jember dan Yogja barangkali akan bersalam-salaman dan berbagi sedikit hal prihal proses kreatif masing-masing. Kenapa hanya Jember dan Yogja? Jika ada yang bertanya demikian, maka jawabannya sederhana, karena untuk sementara ini cu

Daftar Nama Penyair / Peserta PPN V di Palembang

  NB : nama saya tercantum dalam daftar penyair yang turut diundang pada acara Pertemuan Penyair Nusantara V di Palembang. he3, tapi saya gak dapat ke sana karena gak ada dana (hiks...). tapi tak apalah, hitung-hitung sebagai pengalaman dan pengamalan. Panitia penyelenggara PPN V di Palembang, 16-19 Juli 2011 menargetkan 200 peserta yang diundang sebagai peserta PPN V, sbb : INDONESIA (149): 1. AA. Ajang 2. Ganjar Sudibyo 3. A. Rahim Qahhar 4. Abdul Latif Apriaman 5. Abdul Salam. Hs 6. Abduhrrahman El Husaini 7. Abidah El Khaleqi 8. Acep Syahril 9. Acep Zamam Noor 10. Afrion 11. Agit Yogi Subandi 12. Ahmad Kekal Hamdani 13. Ahmmad Wayang 14. Ahmadun Yosi Herfanda 15. Akaha Taufan Aminuddin 16. Akidah Gauzillah 17. Alex R Nainggolan 18. Ali Syamsudin Arsi 19. Alizar Tanjung 20. Alya Salaisha Shinta 21. Amien Wangsatalaja 22. Anisa Afzal 23. Anjungbuana 24. Anwar Putra Bayu 25. Arafat Nur 26. Arie Mp Tamba 27. Arief Rahman Heriansyah 28. Arieyoko KSMB 2

Puisi dan Kaki Tangan Sastra

- Catatan Kurasi Sepuluh Kelok Di Mouseland-   Timur Budi Raja   I. Adalah suatu kenyataan yang menggembirakan, bahwa Sastra Indonesia, khususnya dunia kepenyairan dan penulisan puisi, sampai hari ini masih baik-baik saja. Tidak pernah mengalami ke- mandheg -an atau berhenti. Khazanahnya senantiasa bertambah, sejalan dengan lahirnya penulis-penulis muda yang kehadirannya cukup kontinyu dan intens mewarnai kelangsungan perjalanan hidup sastra Indonesia itu sendiri. Etos produktivitas dan pengembaraan dalam hal kekaryaan dapat dikatakan sangat tinggi. Sebut saja nama-nama yang muncul dalam rentang waktu tujuh atau lima tahun terakhir ini; Mardi Luhung (Gresik), Didik Wahyudi (Surabaya), A. Muttaqin (Mojokerto), Alek Subairi (Madura), Ahmad Kekal Hamdani (Madura), Esha Tegar Putra (Padang), F. Aziz Manna (Surabaya), M. Faizi (Madura), Galih Pandu Adi (Semarang), M. Fauzi (Madura), Dian Hartati (Bandung), Musyafak Timur Banua (Semarang), Kurniawan Yunianto (Semarang),

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Cerpen-cerpen Terbaik "Kompas"

Agus NoorTradisi pemilihan cerpen terbaik Kompas yang sudah berlangsung sejak 1992 telah menghasilkan 15 cerpen terbaik, mulai dari Kado Istimewa (Jujur Prananto) hingga Cinta di Atas Perahu Cadik (Seno Gumira Ajidarma). Hingga tahun 2004, pemilihan cerpen terbaik itu dilakukan oleh ”orang dalam Kompas”, yakni para redaktur yang dianggap punya kompetensi dengan dunia sastra. Mulai 2005, Kompas mencoba mengubah dengan memberikan otoritas pemilihan itu kepada ”orang luar”, yakni mereka yang dianggap memiliki kredibilitas dalam sastra sebagai juri untuk melakukan pemilihan cerpen terbaik itu. Membaca cerpen-cerpen terbaik itu, kita bisa menemukan ”benang merah” yang seolah menandai orientasi estetis dari cerpen-cerpen pilihan Kompas. Ada kecenderungan pada pilihan realisme sebagai gaya bercerita. Bahkan, cerpen Derabat dan Mata yang Indah (keduanya karya Budi Darma) yang terpilh sebagai cerpen terbaik Kompas 1999 dan 2001, yang memiliki kecenderungan sebagai cerita yang surealis

Dodolitdodolitdodolibret Cerpen Terbaik

JAKARTA, KOMPAS.com - "Dodolitdodolitdodolibret" karya Seno Gumira Ajidarma terpilih sebagai cerita pendek (cerpen) terbaik Kompas 2010 yang diumumkan pada penganugerahan Penghargaan Cerpen Kompas 2011 di Bentara Budaya Jakarta, Senin (27/06/2011) malam. "Dodolitdodolitdodolibret" menyisihkan 17 cerpen lainnya yang dipilih dari 52 cerpen sepanjang tahun 2010. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ke-18 cerpen itu kemudian dibukukan dengan judul yang sama dengan karya terpilih Seno, "Dodolidodolidodolibret". Cerpenis lain yang karyawanya terpilih antara lain Budi Darma, Ratna Indraswari Ibrahim (alm), Indra Tranggono, Agus Noor, dan Timbul Nadeak. Pesan singkat "Dodolitdodolitdodolibret" yang menurut pengamat sastra Arif Bagus Prasetyo tidak lebih dari 40 alinea itu mengenai pluratis makna kebenaran beragama. Lewat tokoh Guru Kiplik, cerpen ini memberi pesan kuat bahwa seseorang jangan mudah mengkalim agamanya sebagai paling benar dan m

Wiro Seledri

Cerpen GM Sudarta   Berita lelayu yang diumumkan mesjid desa sesudah shalat subuh, mengejutkan saya. Mbah Prawiro meninggal dunia, padahal 3 hari yang lalu saya masih menjumpainya saat bersama ta’ziah di tetangga dekat rumah yang meninggal. Bergegas saya menuju tempat tinggalnya. Setibanya di gubugnya, terlihat tidak banyak orang yang melayat. Hanya ketua RT setempat, beberapa hansip, pengurus mesjid, dan seorang polisi. Mbah Prawiro terbaring di atas ranjang bambu beralaskan tikar pandan yang sudah lusuh, diselubungi selembar kain batik. Di dalam ruangan yang cuma 3×4 meter yang sekaligus sebagai rumah tinggal dan dapur, di sekelilingnya teronggok kompor minyak tanah, periuk nasi, panci aluminium, dan dua buah cangkir dan piring kaleng. Pak Min, penjaga palang rel kereta api mengisahkan, tadi sehabis shalat subuh, mbah Wiro, begitu biasa dipanggil namanya, berjalan pulang seperti biasanya lewat sepanjang rel kereta. Waktu itu adalah saatnya kereta dari Jakarta menuju Sol

Biografi Kunang-kunang

Cerpen Sungging Raga   Pada malam hari, ibumu akan menjadi kunang-kunang, terbang ke hamparan bunga-bunga, ke sepanjang jalan, menelusuri remang cahaya, hinggap di daun-daun, berteduh dari embun, lalu terbang lagi, ke atap rumah, ke tiang listrik, ke bawah jembatan. Ibumu menjadi kunang-kunang sepanjang malam, mencari kamu yang sudah lama hilang.

Payung

Cerpen Verediana Dian menjulurkan lehernya keluar jendela. Hatinya senang melihat awan hitam bergulung di langit Jakarta sore itu. Terdengar gemuruh guntur berkepanjangan di kejauhan, mirip suara bergulirnya ban raksasa di jalan beton yang bergelombang dan berlubang. Sambil berjongkok dan mengintip kolong lemari, ia menarik keluar sebuah payung besar warna-warni kebanggaannya. Besarnya hampir seperti payung yang setia bertengger di atas gerobak penjual buah dingin di ujung gang. Payung ini benda terbaru dan terbagus yang ia miliki saat ini. Warna kainnya masih cemerlang, berbeda warna di setiap lengkungannya. Gagangnya terbungkus kayu yang dipernis warna coklat muda. Payung itu ditemukan Bapak seminggu yang lalu di bak sampah milik sebuah rumah besar di kompleks perumahan tempat Bapak biasa memulung sampah. Waktu ditemukan, tiga bilah rangkanya terlepas sehingga payung menjadi bengkok jika dikembangkan. Padahal, hanya jahitannya saja yang putus, sedangkan rangkanya masih