Langsung ke konten utama

Dodolitdodolitdodolibret Cerpen Terbaik

JAKARTA, KOMPAS.com - "Dodolitdodolitdodolibret" karya Seno Gumira Ajidarma terpilih sebagai cerita pendek (cerpen) terbaik Kompas 2010 yang diumumkan pada penganugerahan Penghargaan Cerpen Kompas 2011 di Bentara Budaya Jakarta, Senin (27/06/2011) malam. "Dodolitdodolitdodolibret" menyisihkan 17 cerpen lainnya yang dipilih dari 52 cerpen sepanjang tahun 2010.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, ke-18 cerpen itu kemudian dibukukan dengan judul yang sama dengan karya terpilih Seno, "Dodolidodolidodolibret". Cerpenis lain yang karyawanya terpilih antara lain Budi Darma, Ratna Indraswari Ibrahim (alm), Indra Tranggono, Agus Noor, dan Timbul Nadeak.
Pesan singkat "Dodolitdodolitdodolibret" yang menurut pengamat sastra Arif Bagus Prasetyo tidak lebih dari 40 alinea itu mengenai pluratis makna kebenaran beragama. Lewat tokoh Guru Kiplik, cerpen ini memberi pesan kuat bahwa seseorang jangan mudah mengkalim agamanya sebagai paling benar dan menganggap sesat agama lain, juga jangan menganggap pemahaman diri tentang agamanya sebagai yang paling benar di antara pemahaman-pemahaman orang lain.
"'Dodolitdodolitdodolibret' adalah cerita yang sederhana, tetapi kompleks. Di dalamnya terkandung potensi kekayaan makna yang berlapis-lapis, yang mengundang pembaca untuk menggali dan mengaktualkannya lewat kerja interpretasi," tulis Arif dalam epilog buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas ini.
Lewat tokoh Guru Kiplik yang pandai mengajarkan orang lain "cara berdoa yang benar", sang guru kemudian menghadapi kenyataannya bahwa orang yang pernah diajarinya berdoa secara benar tetapi mereka merasa berdoa secara salah, justru karena cara berdoa yang salah itulah mereka bisa berjalan di atas air. Dalam paradigma dongeng, cara "berdoa yang salah" itulah yang justru benar. Cerpen yang singkat ini kemudian "diterjemahkan" dan dipentaskan oleh Teater Garasi.
Dalam kesempatan yang sama Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas St Sularto mengumumkan Penghargaan Kesetiaan Berkarya yang tahun ini jatuh kepada cerpenis Yanusa Nugroho. Penghargaan serupa sebelumnya diterima Kuntowijoyo, Danarto, Gus Tf Sakai, Budi Darma, dan Ratna Indraswari Ibrahim. Sedang Seno sendiri perrnah meraih penghargaan serupa (cerpen pilihan) sebelumnya di tahun 1993 dan tahun 2007.
Ketua Panitia penghargaan Cerpen Pilihan Kompas 2010, Putu Fajar Arcana mengungkapkan, setiap hari sedikitnya ada 10 cerpen diterima redaksi yang bila dirata-ratakan dalam setahun terkirim lebih dari 3.600-an cerpen. Padahal, hanya sekitar 50-an cerpen saja yang bisa dimuat Harian Kompas dalam setahun.
Acara Penghargaan Cerpen Kompas 2011 ditutup oleh kolaborasi tiga seniman berbeda tetapi menjadi "satu jiwa", yakni gitaris Dewa Bujana, komponis dan dalang Sujiwo Tejo, dan sinden kontemporer yang sedang naik daun, Soimah Pancawati.   

Berikut 18 Cerpen Pilihan Kompas 2010, angka bukan menunjukkan peringkat:
1. Dodolitdodolitdodolibret (Seno Gumira Ajidarma), 2. Pengunyah Sirih (S Prasetyo Utomo), 3. Ada Cerita di Kedai Tuak Martohap (Timbul Nadeak), 4. Ada Yang Menangis Sepanjang Hari (Agus Noor), 5. Kue Gemblong Mak Saniah (Aba Mardjani), 6. Menjaga Perut (Adek Alwi), 7. Di Kaki Hariana Dua Puluh Tahun Kemudian (Martin Aleida), 8. Sepasang Mata Dinaya Yang Terpenjara (Ni Komang Ariani), 9. Klown dengan Lelaki Berkaki Satu (Ratna Indraswari Ibrahim), 10. Solilokui Bunga Kemboja (Cecilia Oday), 11. Sonya Rury (Indra Tranggono), 12. Tukang Obat Itu Mencuri Hikayatku (Herman RN), 13. Ordil Jadi Gancan (Gde Aryantha Soethama), 14. Rongga (Noviana Kusumawardhani), 15. Lebih Kuat dari Mati (Mardi Luhung), 16. Ikan Terbang Kufah (TriyantoTriwikromo), 17. Sirajatunda (Nukila Amal), 18. Pohon Jejawi (Budi Darma).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI