Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2008

Dua Buah Cerpen Yusuf AH

sebuah Resume Singkat sama seperti bulan kemarin, ternyata waktu saya untuk mengisi blog ini cenderung tersita oleh pelbagai kesibukan. maka saya mencoba untuk mengup load dua cerpen Yusuf Ariel Hakim. Mas Yusuf adalah salah satu cerpenis handal yang dimiliki oleh Unesa. walau pada hakikatnya beliau lebih banyak berkutat pada sastra anak, namun pengembaraan seorang Yusuf terhadap khasanah teks tak dapat diragukan lagi. beliau telah banayak membaca dan menyerap pelbagai kekayaan khasanah teks, entah teks sastra, maupun buku-buku lain. maka dari itulah, pemublikasian cerpen-cerpen Yusuf AH penting. mengingat sebagai seorang pengarang Yusuf adalah pengarang yang telah kembali ke jalur kepengarangan. setelah sebelumnya beliau berkubang dengan kesibukan merampungkan skripsi. selamat datang Mas Yusuf, kami tunggu karya-karyamu! selamat menikmati cerpen Yusuf AH

Lelaki Yang Menyusu Matahari

Oleh Yusuf Ariel Hakim Sudah berkali-kali saya menyapanya, seorang lelaki yang selalu berdiri di pagi hari, tetapi selalu saja lelaki itu diam saja, selalu mengacuhkan kehadiran saya. Bahkan ketika saya mencoba untuk bersikap baik padanya meski hanya sekadar berpura-pura, tetap saja lelaki itu tak pernah memicingkan matanya kepada saya, apalagi membuka katup kedua bibirnya yang bersahaja. Dan ketika saya mencoba meluruskan niat saya untuk menyapanya dengan hati yang tulus dan keikhlasan, tetap saja lelaki itu tak mau menyahuti sapaan saya. Lelaki itu tetap berdiri angkuh memandangi matahari pagi sambil bibirnya komat-kamit seperti membaca sebuah mantra. Tentu saja, saya menjadi kelabakan dan penasaran, sudah berapa pagi saya selalu menyapanya. Yang bermula dari sebuah keisengan saya lantas menjadi sebuah rutinitas yang seakan-akan menjadi wajib bagi diri saya untuk sekadar menyapanya. Awal-awal hari minggu pertama saya masih betah untuk menyapa dan s

Sebut Saja Ia Perempuan

Oleh Yusuf Ariel Hakim Sebut saja ia perempuan. Entah mengapa aku suka sekali menyebutnya begitu. Satu yang pasti, aku tidak tahu persis pernah bertemu di mana. Barangkali ingatanku yang tak begitu cakap mengingat kenangan. Tapi mataku mengatakan kalau ia benar-benar perempuan, tak usah kau tanyakan yang logis kepadaku mengapa aku suka menyebutnya demikian, karena ia sendiri sangat suka sekali dipanggil demikian. Dan ia perempuan, sangat berterima kasih sekali padaku dengan sebutannya itu. Sejak saat itu ia perempuan selalu mengikuti kemana aku pergi. Awalnya aku sangat kaku ketika ia perempuan memintaku bersedia menjadi teman bicaranya saat kita bertemu. Tentu saja, aku sangat sedikit curiga padanya, kenapa ia perempuan tiba-tiba membuat keakraban yang bagiku benar-benar sangat canggung. Ataukah ini hanya perasaanku saja yang berdebar-debar untuk mencoba respek berbicara dengannya. Dan sungguh-sungguh ternyata ia perempuan benar-benar tidak peduli dengan s

Puisi Abimardha Kurniawan

Dan Penyair pun Masih Mengigaukan Sejarah 1. tugu--malioboro, turun kereta “duh malioboro yang tua--selepas sajak menjelma fatwa memang, tiada cerita buat penyair penghuni celana!” 2. alun-alun utara yogyakarta, 21:58 untuk kesuyian yang tak diisyaratkan, kubangun senarai kuburan dengan nisan berpahatkan nama manusia yogya --tapi cahaya tetap ada ditampung luas area alun-alun utara sedang untuk sebait lagu lama, yang sepi dengan melodi dan melankoli tentang setitik air di daun keladi --malam beranjak tidur. ranjang-ranjang bumi, dinding keagungan dan kehinaan--menutup kisah di antara reruntuh sejarah yang ditulis orang tadi siang namun barisan tiang serta lampunya setia membagi cahaya maya, dan entah --berjaga untuk siapa; bagi yang berdiri, bagi yang lelap tercampak di geladak becak tanpa selimut, bagi yang luput dipagut maut, bagi yang sengau mengigau, mengaji alif-alif mimpi, atau sekedar memesan kopi di kedai-kedai sunyi ah, semua kuisyaratkan: kota