Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Puisi-puisi Ashif Hasanuddin

PINTU Dari bara yang jadikan lelaki setengah merdeka aku datang mengetuk palung dalammu. Dengan telinga yang serupa radar api aku mencarimu, meniti sayap dan gerigi. Seperti jengkrik kususun segala bunyi, agar rautmu yang pasi tumbuh rerumbai, semacam puisi atau bebunga padi, Yang menuju putih, seputih jalan yang diberkati di saat dedaun bersih oleh sisa embun pagi, oleh mimpi. Lia, adakah waktu yang lebih indah dari bunyi-bunyian ini? Bunyi yang kucari hingga ke akar daun dan tunas sepi. Sebab bunga, semua bunga, melindur, mengumamkan nama kendur yang tak terlipur kamus dan kitab anggur. (2010) TIRAI Lantaran usialah aku temukan rasa dengan rantai mawar yang melukis kamar seperti perahu di bawah cahaya layar kata-kata telah renta saat surya menaiki tangga-tangga tak sempat bercengkrama sebab isyarat telah mendengung mesra dari ubunku yang tua, men

Memasuki Ruangan Kekasih

Oleh Dody Kristianto* Selamat malam Tuan. Pertama-tama, saya baru saja terhanyut oleh ketenangan yang disajikan oleh Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan puisinya, Kolam . Ya, buku terbaru dari salah satu empu puisi di Indonesia ini tidak lain sudah memberikan sedikit pelajaran pada saya, bagaimana sesuatu yang sederhana itu, betapapun sederhananya, mengandung kepuitisan tertentu. (Ah, semoga ini malam saya tak sedang melantur). Lantas saya harus berhadapan dengan puisi-puisi dari seseorang “aneh” bernama Ferdi Afrar. Seseorang yang bagi saya “aneh”, sebab kami dipertemukan oleh ruang global bernama internet. Pada jagat yang mahaluas ini, tiba-tiba saya bertemu dengan Ferdi yang berasal dari kota yang sama dengan saya dan memiliki kegemaran akan hal yang serupa : puisi. Kegemaran akan hal serupa inilah yang harus membuat saya untuk mau tak mau memasuki puisi-puisi Ferdi Afrar, kadang dengan cara yang teramat sopan. Kadang pula saya memasukinya seperti halnya seorang pencu

Iklan Tokopedia dan Bukalapak saya

Bagi yang gemar diecast, monggo kunjungi toko pun lapak online saya. Ada beberapa diecast kolpri yang saya jual. Monggo diintip sebentar Om, hehehe....  

Manifesto Surrealisme

                                                                  Cerpen Eko Darmoko             Aku sedang bingung. Biasanya, kalau sedang bingung, untuk menawarkannya, aku selalu menumpahkannya dengan cara membunuh. Apa saja bisa kubunuh; kadang kubunuh seorang filsuf, kadang sopir angkot, kadang penari seksi hotel bintang lima , bahkan komet yang melintas di kepalaku pernah kubunuh dengan pistol air. Namun, tak jarang dari sesuatu yang kubunuh itu di kemudian hari hidup lagi. Dan hal inilah yang membuatku makin bingung.             Aku memelihara sepasang ikan cupang. Yang cowok kuberi nama Socrates dan yang cewek kuberi nama Miyabi. Mereka sangat akur dan romantis. Kadang, Socrates dengan kejantanannya merayu Miyabi dengan secarik sajak rindu. “Ikanku, bawa aku ke negerimu! Aku bosan dengan Dewa-Dewi Yunani; kerjaannya hanya bikin undangan massal. Beri aku anak dari rahimmu! Aku rindu dengan pantatmu.” Begitu rayu Socrates kepada Miyabi. “Ah, Kang Mas bisanya cuma merayu.

Puisi-puisi Vinca Diah Kathartika Pasaribu

GEMINGMU ITU Begitu rindu kukecup belantara di dahimu Demikian rindu hingga rontok relung-relung cintaku Gemingmu itu sayat belati, mata bambu yang memahat luka terabadi Begitu rindu kupagut desis syahdu bibirmu, dan kumangsa musim semi yang mengitari hasratmu Demikian rindu hingga beku bait sajakku dalam sekelebat gigil maut Mengorek sumsum Oh, gemingmu itu… abjad pasi yang melayang-layang di lembar gersang ragawi. 19-12-2012   SETANGKAI Aku setangkai sunyi yang mengamini mekar janji Di muara kelam malam Debu gemintang berjajar pada lusuh kerinduan Rindu nyanyi diri Rindu terang hati Rindu yang membuncah laksana mata samudera Aku setangkai perih yang tiap malam turut berbaris Memikul tandu-tandu luka, menghantarnya ke larut doa Satu per satu anyir yang menganga disemayamkan dalam keranda raga Di telapak tanganku, dupa kutuk menyala Getir aroma kepasrahan Pasrah terbakar diri Pasrah tertawan hati. 20-12-2012   RUANG ANTAH KATEDRAL Je

Sastra (di) Sekolah dan Harapannya

                                                                     Oleh Umar Fauzi Ballah*             Beberapa tahun yang lalu saya menghadiri sebuah acara kesusastraan yang diadakan Ponpes Annuqayah, Guluk-Guluk binaan Kiai M Faizi. Dalam sambutan atas terbitnya antologi puisi karya santri -santri Annuqayah tersebut, M Faizi menyampaikan sebuah fenomena psikogeorgafis masyarakat Madura. M Faizi mengatakan bahwa orang Madura perlu bukti. Kalau sekadar ngomong , orang-orang akan sulit untuk meniru. Karena itu, dalam rangka memotivasi santrinya agar memunyai kreativitas dalam hal menulis, M Faizi memberikan teladan bahwa menerbitkan buku adalah perkara mudah. Dari situlah segalanya bermula dan tunas sastra terus bermunculan.             Tunas sastra sampai saat ini terus tumbuh di Madura, khususnya dari Sumenep. Pondok pesantren memiliki andil besar dalam keberlangsungannya, selain tumbuh dari kantong-kantong komunitas sastra di kampus-kampus. Setidaknya, tercatat dua pond

Menilik Kembali Sudut Pandang Anak-anak dalam Puisi

Oleh Dody Kristianto* Membaca kembali “distribusi” puisi-puisi Indonesia terkini, sebagian besar publik sastra bisa jadi meyakini bahwa puisi-puisi Indonesia tersiar melalui tiga jalur besar yakni penyiaran melalui media massa cetak, penyiaran melalui media online maupun jejaring sosial, serta melalui pergaulan antarkomunitas. Penyiaran puisi di media cetak pun masih dianggap sebagai tolok ukur kemampuan seorang penyair atau calon penyair. Sebanyak apa pun puisi yang disiarkan di media online , jejaring sosial, maupun pada pertemuan antarkomunitas, kualitas dan kapabilitas “kepenyairan” seseorang masih diragukan. Tentu hal tersebut tidak sepenuhnya benar. CMA terbitan Ganding Pustaka Sekitar tahun 2012 lalu, ada ajang sastra Forum Penyair Internasional-Indonesia: What is Poetry yang dihelat di empat kota: Surabaya, Malang, Yogyakarta, dan Magelang. Dari perhelatan sastra internasional tersebut, kita membaca nama yang asing dalam dunia perpuisian di Indonesia, taruhlah nama-