Langsung ke konten utama

Dari Manuskrip Kumpulan Puisi Kepompong Penyair

selamat datang pada blog saya yang kelam dan gelap ini. Sesungguhnya sudah beberapa tahun lalu Saya ingin membuat kumpulan puisi. Namun, karena terhalang pelbagai kesibukan, maka kumpulan puisi tunggal Saya lebih banyak tertunda. Kumpulan Puisi Kepompong Penyair sendiri merupakan kumpulan puisi Saya yang telah tersebar di pelbagai situs sastra, semacam puitika.net, Tandabaca.com, maupun dari beberapa blog teman-teman, semisal blog Yohanes Sugianto ataupun Blog Pawon Sastra Solo. Insyaallah akan kelar pada akhir tahun nanti. Berikut beberapa puisi yang akan Saya tampilkan pada Manuskrip Kepompong Penyair.

Lagu Musim

seperti lagu musimmusim tua, gerakmu adalah bau sunyi
yang tak habis kupahami. dengan menikam mata lenganku pasrah

memanjat bunyibunyi sangit kesakitan. betapa tubuhmu melabuh
dan dari pagar, kucakar semua ingatan dalam lehermu

aku seperti pemuda dengan kalungan darah, lukisan terjal
tentang igal hantu masa silam, membentuk gaunmu

terbelah di girang jauh. sungguh, aku rindukan jejakmu
alisalis bisu, di mana langit merah akan teraba dan kau

senantiasa menunggu, bayibayi terlahirkan serupa foto samun kenangan

2007


Setiap Malam Kurasakan Hujan

setiap malam kurasakan hujan
yang tumbuh di jemarimu
daundaun kurayu dan anakanak matahari
berkaki tanah terjura di kastil darah
sebagai bukti kukhianati laut
dan jejakku maut tumbuh di bulan
sesering kutumbuhkan mimpi daunmu
pada gereja bara

lalu lambang tanah gugur, serupa bayanganmu
terayun, mengingat ribuan terakota
yang mati dalam hembus hallintar
sepiku serupa pohon cahaya
aku tumbuh liar di pelupukmu
tahuntahun emas kebimbanganmuku
pada rumput
semerah pagi belati

2007


Kepompong Penyair

mataku yang picik menggali kubur semut
pisaupisau kenangan terbuka terbang
melecutkan malam amfibi. pada sebentuk lingga
betapa gairahmu menganga
alir rumput menyuarakan semu
di gerbang ingatanku, labalaba membangun
jantungnya. tapi mumi otakku seketika
murung. malaikatmalaikat masa lalu
bernyanyi menggemakan suar kelam kelabu
dengan kegaiban bibir pelacur

aku wujudkan guratgurat cemara berledakan
lidah bulan kaku menggenapkan waktu
bermuka patung. betapa sungai adalah kegilaan
seperti tari nabinabi yang mengutuk angin
arwahku hidup lebih sesat. pada kelas kenangan
betapa puisi jadi tak menyenangkan
fantasiku lancang mencela butiran salju
pemabuk dengan warna rabun melayang
menjadi berita cuaca yang gagal terbaca

segera segala kemustahilanku memberi nyawa
lubanglubang gerhana. perutmu yang mulus
menggugah tanganku untuk membunuh siput
sungguh, seratus tahun lebih kubentangkan
tubuhmu yang putih mengapung
tiangtiang jahat di selatan mengamuk
menculik terakanku yang lebih sumbang
dari aroma mobil terbakar
mengingatkanku pada kepompong penyair yang urung
memahat planet putih di pinggulmu

2007

Lalu Kukuburkan Seratus Planet di Dadamu

lalu kukuburkan seratus planet di dadamu
serupa kegembiraan burung terkurung pada
berabad pembunuhan
anakanakmu terlahir dan gerimis ombak kulukis
dari sebalik kubur yang terpajang
antara jendela dan tiang gantungan

2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI