Langsung ke konten utama

Andrea Hirata di DTC Toga Mas : Saya Kecewa!

Hari ini, Minggu, 20 April 2008, ada Andrea Hirata di DTC Toga Mas. Sebelumnya saya diberitahu oleh teman saya, Saudara Umar Fauzi. Ya, karena ini adalah seorang Andrea yang telah menulis novel best sller, Saya tertarik saja.
Tapi, ketika sampai di sana, apa mau dikata? ternyata yang ada hanya acara jumpa fans saja. semula saya memang membayangkan kalau akan ada sesi diskusi. walau mungkin tidak akan semaksimal jika di forum diskusi yang sesungguhnya.
Yang terjadi adalah penonton berdesakkan minta foto dan tanda tangan. termasuk juga saudara Umar Fauzi. di satu sisi, saya berpikir mungkin taraf kehidupan pengarang di Indonesia sudah membaik. minimal sudah mendekati selebritis. Pun ketika dibuat acara semacam penghargaan Pena Kencana, diharapkan taraf hidup pengarang sudah membaik. dan sastra pun mendekat pada masyarakat.
Di sisi lain, ada kegagapan ketika pengarang akhirnya menjadi selebritis. Bahwa yang terjual nantinya hanya brand, merk nama pengarang. Bukankah ironi, bahwa tujuan sastra sebenarnya adalah "memurnikan" kehidupan masyarakat. Sastra adalah pemotret kehidupan dan dokumenter yang mengabadikan penderitaan. Coba tengoklah kehidupan sastrawan yang karyanya benar-benar dikenang semacam Pram, Dostoyevsky, Gogol, Sartre maupun Neruda. Hidup mereka bukan hidup ala selebritis. Bahkan beberapa dari mereka harus menghadapi perlakuan semena-mena. Namun bukankah karya mereka hadir dan dikenang?
Saya tidak melarang sastrawan menjadi public figure. Toh itu adalah hak setiap orang untuk dikenal. dan Andrea Hirata melalui karyanya memang layak untuk berdiri di depan jalur susastra nasional. Haruslah diingat kalau kita memasuki ranah kesusastraan harus pula sadar akan tujuan sastra. Memilih pilihan seorang sastrawan, toh mau tak mau menuntut kkita untuk siap mental bahwa sastra adalah dunia pelurus kehidupan dan sastrawan yang menjalaninya berpretensi untuk menjadi semacam pesakitan.

Komentar

Ferdi Afrar mengatakan…
kalau saya singkatnya gini, pasar adalah sesuatu yang ternyata sangat membahana di era komersialisasi ini, dan ini menjadi semacam tantangan bagi "sastrawan" kalau tergagap berarti ia harus merumuskan kembali visinya. saya mengamini apa yang dikatakan remy silado :"idealisme penulis harus bisa diuji oleh pasar" pasar bukan sesuatu yang ditolak tapi sebagai lawan tanding. toh banyak karya, tulis, film dst tanpa kehilangan idealisme ia bisa mendapat perhatian pasar. karya ini biasay memecah kejumudan tred

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI