Langsung ke konten utama

Puisi-puisi Dody Kristianto di Jawa Pos, 26 September 2010

Nah, kali ini adalah pemuatan terbaru saya. Dan lagi-lagi termuat di Jawa Pos. Semua puisi ini bercerita mengenai HUJAN, meski hujan yang tampil bukanlah hujan secara harfiah. Hujan di sini lebih merupakan konsep imajiner. semoga anda dapat menikmati hujan imajinasi ala saya di tengah musim yang tak jelas ini. terima kasih.

Riam Hujan

ia akan kembali untuk yang lama

ia akan pergi bagi yang purba

sebab ia sekadar singgah

menemui Puan yang terus ia rindui

Puan yang lama menjejaki bumi

Puan yang tinggalkan segala benih

benih rindu yang kelak tak abadi

sebab ia akan terus kembali

2010

Gambar Hujan

sudah berkali-kali ia masih lupa

warna mata yang ditatapnya

di perjalanan

tak berkehendak ia serupa buta

tapi sekenangan kastil masih saja

menunggunya di senja pertama

sebelum malam sesekali menghapus namanya

sungguh, bimbang ia masih

pada sebidang putih

yang mengungkungnya

di akhir malam

2010

Kitab Hujan

serupa pencuri tandang tiba-tiba

ia sabar masih, terlampau sabar

untuk memindai genting yang alpa

pada salam yang ia ucapkan, semalam

sedang segenap malam masih berbenah

untuk pantun yang gagal ia lanturkan

2010

Detak Hujan

ia dan jantung purbanya sungguh dekat,

hanya sejejak, sejejak saja terpisah

lalu dalam sekejapan akan ia temui,

jejantungnya,

sekaligus seteru dan sekutu

yang selalu gagal ia retakkan

pada genggam pertama

sungguh, ia teramat rindu

sekaligus dendam

pada kembaran lamanya itu

2010

Tilas Hujan

ada yang senantiasa kami lupa :

ia selalu bertandang

dengan segala santun dan salam

para bangsawan

di tubuh kami ia gemar mengulur salam

lalu masuk dan menjelma badai

yang hantami kapal di hati kami

2010

Keroncong Hujan

di ketinggian ia masih

berpuluh rumah dipukulnya

terdiam ia masih

bebangkai tanah disiginya

memandang ia masih

sekembaran laut dilipatnya

2010

----

Mata Hujan

sedang gemar ia pandangi

setiap genting kami yang luka

lalu lilin kamar kami kian redup

dirundungi mantra yang ndentam

di pintu rumah

"selamat datang, bagi tuan

yang sesat di jalan pulang"

2010

Suluk Hujan

kami mengaji kitab api

yang tuntas di hari pagi

sementara ia masih bersendiri

menutup tirai putih matahari

2010

Memo Hujan

segeralah :

kaum lawan meradang Puan

sementara ia masyuk berdiam

setetesan pandangnya hendak ia peluk

segala yang ia temukan di perjalanan

sebab lama sudah ia rindukan

ia rindukan sang kerabat

yang tak kunjung merambat

ke ketinggian, tempat ia dan seterunya

terus dilahirkan

2010

*) Dody Kristianto , lahir di Surabaya, 3 April 1986. Lulus Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Giat pada Komunitas Rabo Sore (KRS) dan Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI).




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI