Nah, kali ini adalah pemuatan terbaru saya. Dan lagi-lagi termuat di Jawa Pos. Semua puisi ini bercerita mengenai HUJAN, meski hujan yang tampil bukanlah hujan secara harfiah. Hujan di sini lebih merupakan konsep imajiner. semoga anda dapat menikmati hujan imajinasi ala saya di tengah musim yang tak jelas ini. terima kasih.
Riam Hujan
ia akan kembali untuk yang lama
ia akan pergi bagi yang purba
sebab ia sekadar singgah
menemui Puan yang terus ia rindui
Puan yang lama menjejaki bumi
Puan yang tinggalkan segala benih
benih rindu yang kelak tak abadi
sebab ia akan terus kembali
2010
Gambar Hujan
sudah berkali-kali ia masih lupa
warna mata yang ditatapnya
di perjalanan
tak berkehendak ia serupa buta
tapi sekenangan kastil masih saja
menunggunya di senja pertama
sebelum malam sesekali menghapus namanya
sungguh, bimbang ia masih
pada sebidang putih
yang mengungkungnya
di akhir malam
2010
Kitab Hujan
serupa pencuri tandang tiba-tiba
ia sabar masih, terlampau sabar
untuk memindai genting yang alpa
pada salam yang ia ucapkan, semalam
sedang segenap malam masih berbenah
untuk pantun yang gagal ia lanturkan
2010
Detak Hujan
ia dan jantung purbanya sungguh dekat,
hanya sejejak, sejejak saja terpisah
lalu dalam sekejapan akan ia temui,
jejantungnya,
sekaligus seteru dan sekutu
yang selalu gagal ia retakkan
pada genggam pertama
sungguh, ia teramat rindu
sekaligus dendam
pada kembaran lamanya itu
2010
Tilas Hujan
ada yang senantiasa kami lupa :
ia selalu bertandang
dengan segala santun dan salam
para bangsawan
di tubuh kami ia gemar mengulur salam
lalu masuk dan menjelma badai
yang hantami kapal di hati kami
2010
Keroncong Hujan
di ketinggian ia masih
berpuluh rumah dipukulnya
terdiam ia masih
bebangkai tanah disiginya
memandang ia masih
sekembaran laut dilipatnya
2010
----
Mata Hujan
sedang gemar ia pandangi
setiap genting kami yang luka
lalu lilin kamar kami kian redup
dirundungi mantra yang ndentam
di pintu rumah
"selamat datang, bagi tuan
yang sesat di jalan pulang"
2010
Suluk Hujan
kami mengaji kitab api
yang tuntas di hari pagi
sementara ia masih bersendiri
menutup tirai putih matahari
2010
Memo Hujan
segeralah :
kaum lawan meradang Puan
sementara ia masyuk berdiam
setetesan pandangnya hendak ia peluk
segala yang ia temukan di perjalanan
sebab lama sudah ia rindukan
ia rindukan sang kerabat
yang tak kunjung merambat
ke ketinggian, tempat ia dan seterunya
terus dilahirkan
2010
*) Dody Kristianto , lahir di Surabaya, 3 April 1986. Lulus Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Giat pada Komunitas Rabo Sore (KRS) dan Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI).
ia akan kembali untuk yang lama
ia akan pergi bagi yang purba
sebab ia sekadar singgah
menemui Puan yang terus ia rindui
Puan yang lama menjejaki bumi
Puan yang tinggalkan segala benih
benih rindu yang kelak tak abadi
sebab ia akan terus kembali
2010
Gambar Hujan
sudah berkali-kali ia masih lupa
warna mata yang ditatapnya
di perjalanan
tak berkehendak ia serupa buta
tapi sekenangan kastil masih saja
menunggunya di senja pertama
sebelum malam sesekali menghapus namanya
sungguh, bimbang ia masih
pada sebidang putih
yang mengungkungnya
di akhir malam
2010
Kitab Hujan
serupa pencuri tandang tiba-tiba
ia sabar masih, terlampau sabar
untuk memindai genting yang alpa
pada salam yang ia ucapkan, semalam
sedang segenap malam masih berbenah
untuk pantun yang gagal ia lanturkan
2010
Detak Hujan
ia dan jantung purbanya sungguh dekat,
hanya sejejak, sejejak saja terpisah
lalu dalam sekejapan akan ia temui,
jejantungnya,
sekaligus seteru dan sekutu
yang selalu gagal ia retakkan
pada genggam pertama
sungguh, ia teramat rindu
sekaligus dendam
pada kembaran lamanya itu
2010
Tilas Hujan
ada yang senantiasa kami lupa :
ia selalu bertandang
dengan segala santun dan salam
para bangsawan
di tubuh kami ia gemar mengulur salam
lalu masuk dan menjelma badai
yang hantami kapal di hati kami
2010
Keroncong Hujan
di ketinggian ia masih
berpuluh rumah dipukulnya
terdiam ia masih
bebangkai tanah disiginya
memandang ia masih
sekembaran laut dilipatnya
2010
----
Mata Hujan
sedang gemar ia pandangi
setiap genting kami yang luka
lalu lilin kamar kami kian redup
dirundungi mantra yang ndentam
di pintu rumah
"selamat datang, bagi tuan
yang sesat di jalan pulang"
2010
Suluk Hujan
kami mengaji kitab api
yang tuntas di hari pagi
sementara ia masih bersendiri
menutup tirai putih matahari
2010
Memo Hujan
segeralah :
kaum lawan meradang Puan
sementara ia masyuk berdiam
setetesan pandangnya hendak ia peluk
segala yang ia temukan di perjalanan
sebab lama sudah ia rindukan
ia rindukan sang kerabat
yang tak kunjung merambat
ke ketinggian, tempat ia dan seterunya
terus dilahirkan
2010
*) Dody Kristianto , lahir di Surabaya, 3 April 1986. Lulus Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Giat pada Komunitas Rabo Sore (KRS) dan Sastra Alienasi Rumput Berbasis Independen (SARBI).
Komentar