Para rekan yang sebelumnya telah membaca blog ala Dody Kristianto, sebelumnya mohon maaf bila dalam waktu lebih dari satu tahun ini saya sangat jarang mengisi laman saya tercinta ini dikarenakan sibuk dan terganggu oleh berbagai aktivitas. Untuk itulah, saya mencoba aktif kembali, minimal sebagai awal mula, saya mencoba mendokumentasikan puisi-pusi saya yang berhasil muat di media sampai September 2010 ini.
Hikayat Penebang
kami memilah sebatang demi sebatang kayu
di hadapan kami, tak peduli kelak mereka menjelma
sebatang korek api
-- yang memberi kami sepercik
jejarum api nan menyambar segala tubuh, atau malah
berubah musim paling terang di antara cecabang hujan
yang tak kunjung kami rasakan
-- atau selembar kertas--
tempat sajak kelak dilahirkan, tempat kata-kata kami
biasa berpinak, berbiak, bergerak mendesak tatap demi tatap
yang biasa memandang huruf, kata, dan kitab yang kian alpa
kami lantunkan--
tapi sungguh, kami tak kenal sajak
kami hanya mengenal kampak yang tak mampu membedakan
batang leher dan urat kayu: wujud yang sama,
wujud yang sekejap menipu mata
2009
---
Madah Orang Kusta
tuan, kami mudah terluka. kami selalu mendengar
kata-kata dusta: kata yang perlahan merasuk dalam tubuh kami
menggeliat di lingkar kulit kami, lantas meminta lepas,
perlahan menjelma burung terbang ke ketinggian
2009
---
Doa tentang Rumah
jendela :
kami lebih senang memandangi gambar rembulan
tak alpa kami aturkan salam baginya maupun bagi
semua pengelana yang melenggang di depan altar
dari doa mereka, kami menyampaikan warna hati kami
yang tenang, walau sesekali tatap kami dihadang suram
pintu:
dua langkah pejalan, sembari mereka menerka
mana awal atau akhir menuju jantung kami
sebab dari mereka, kata-kata atau mantra dusta
kerap meluncur, memencar, berpendar
kami tak ingin mantra-mantra itu bertebar,
membisiki telinga para bayi yang dibalut lelap
kami ingin menjaga senyap di penjuru ruang
atap:
terkadang kami bersahabat dengan hujan,
namun tak jarang kami menghalang kelebat air
yang lupa pada ketinggian itu
sungguh, kami ingin terbebas dari jejarum tajam
matahari yang hendak menjeram lembut matahati
kami. sebab kami hanyalah sang penghadang,
yang menyelubung mimpi tuan dan puan kami
beranda:
selamat datang, selamat jalan bagi tapak
yang senantiasa bertandang. salam sekian
salam bagi sekian bebayang yang tak bosan
menjadi penampakan bagi hati kami:
-kami selalu terbuka bagi jiwa-jiwa kelaparan
atau semua perasaan yang gentayang-
2009
---
Mantra Pengelana
tuan, buka pintu, kami pengelana kelaparan. berabad sudah kami
berjalan. tetapak kami kuat menjejak, tapi tak kunjung kami jumpai
ia, sang penunggu-yang menunggu kami di kala bulan purna tiba.
kami kelaparan tuan, setiap pintu yang kami datangi menutup diri,
setiap mata yang menatap kami menaruh benci. bahkan bebayang kami
kian tak sudi menguntit tubuh lusuh ini. buka pintu tuan, kami pengelana
yang lupa jalan pulang. segala rumah nampak sama dalam pandang kami.
semua peta jalan kami menjelma sepi. belukar duri pelan membebat panjang
langkah kami. sebab kami sudah alpa pada wajah kami. kami sudah lupa
nama kami. kami tak ingat lagi siapa kami. tuan, buka pintu tuan, kami
pengelana kelaparan
2009
Hikayat Penebang
kami memilah sebatang demi sebatang kayu
di hadapan kami, tak peduli kelak mereka menjelma
sebatang korek api
-- yang memberi kami sepercik
jejarum api nan menyambar segala tubuh, atau malah
berubah musim paling terang di antara cecabang hujan
yang tak kunjung kami rasakan
-- atau selembar kertas--
tempat sajak kelak dilahirkan, tempat kata-kata kami
biasa berpinak, berbiak, bergerak mendesak tatap demi tatap
yang biasa memandang huruf, kata, dan kitab yang kian alpa
kami lantunkan--
tapi sungguh, kami tak kenal sajak
kami hanya mengenal kampak yang tak mampu membedakan
batang leher dan urat kayu: wujud yang sama,
wujud yang sekejap menipu mata
2009
---
Madah Orang Kusta
tuan, kami mudah terluka. kami selalu mendengar
kata-kata dusta: kata yang perlahan merasuk dalam tubuh kami
menggeliat di lingkar kulit kami, lantas meminta lepas,
perlahan menjelma burung terbang ke ketinggian
2009
---
Doa tentang Rumah
jendela :
kami lebih senang memandangi gambar rembulan
tak alpa kami aturkan salam baginya maupun bagi
semua pengelana yang melenggang di depan altar
dari doa mereka, kami menyampaikan warna hati kami
yang tenang, walau sesekali tatap kami dihadang suram
pintu:
dua langkah pejalan, sembari mereka menerka
mana awal atau akhir menuju jantung kami
sebab dari mereka, kata-kata atau mantra dusta
kerap meluncur, memencar, berpendar
kami tak ingin mantra-mantra itu bertebar,
membisiki telinga para bayi yang dibalut lelap
kami ingin menjaga senyap di penjuru ruang
atap:
terkadang kami bersahabat dengan hujan,
namun tak jarang kami menghalang kelebat air
yang lupa pada ketinggian itu
sungguh, kami ingin terbebas dari jejarum tajam
matahari yang hendak menjeram lembut matahati
kami. sebab kami hanyalah sang penghadang,
yang menyelubung mimpi tuan dan puan kami
beranda:
selamat datang, selamat jalan bagi tapak
yang senantiasa bertandang. salam sekian
salam bagi sekian bebayang yang tak bosan
menjadi penampakan bagi hati kami:
-kami selalu terbuka bagi jiwa-jiwa kelaparan
atau semua perasaan yang gentayang-
2009
---
Mantra Pengelana
tuan, buka pintu, kami pengelana kelaparan. berabad sudah kami
berjalan. tetapak kami kuat menjejak, tapi tak kunjung kami jumpai
ia, sang penunggu-yang menunggu kami di kala bulan purna tiba.
kami kelaparan tuan, setiap pintu yang kami datangi menutup diri,
setiap mata yang menatap kami menaruh benci. bahkan bebayang kami
kian tak sudi menguntit tubuh lusuh ini. buka pintu tuan, kami pengelana
yang lupa jalan pulang. segala rumah nampak sama dalam pandang kami.
semua peta jalan kami menjelma sepi. belukar duri pelan membebat panjang
langkah kami. sebab kami sudah alpa pada wajah kami. kami sudah lupa
nama kami. kami tak ingat lagi siapa kami. tuan, buka pintu tuan, kami
pengelana kelaparan
2009
Komentar