Salam
.......
1970: Lahirnya Budaya Tandingan
" Pergolakan aspirasi estetik di Kota Bandung juga terjadi di luar kampus ITB. Di Bandung, pada tahun 1972 sebuah kelompok teater yang bernama Teater 23761 pimpinan Remy Silado mengadakan pementasan Genesis II - Melabrak Tabu. Pementasan ini diklaim oleh Remy Silado sebagai sebuah ungkapan yang diupayakan untuk menentang berkembangnya feodalisme Jawa pada saat itu. Sikap radikal anak muda semacam ini di kampus ITB disikapi dengan membuka kelas Eksperimen Kreatif, yang diasuh oleh G. Sidharta Soegijo dan Rita Widagdo. Asikin Hasan mencatat bahwa kelas ini dibuka untuk mengakomodir sikap progresif mahasiswa yang cenderung keluar dari kode2 seni rupa yang lazim.
" Tak dapat disangkal, aspirasi estetik yang lahir dan berkembang di sebagian kalangan anak muda Bandung, adalah apa yang juga diakomodasi oleh majalah Aktuil yang lahir di kota ini sejak awal tahun 1970-an. Majalah ini mengetengahkan perkembangan selera artistik terkini dari anak muda pada masa itu. Di dalam majalah Aktuil, kita dapat melihat fenomena perkembangan musik pop (lokal dan internasional). Selain itu, kita juga dapat melihat perkembangan sajak, komik, fashion, sampai pameran seni rupa dan berita gaya hidup yang juga diberitakan secara gencar melalui majalah ini. Melalui Aktuil, Remy Silado menyokong pemberontakan di bidang sastra dengan membuka rubrik "Puisi Mbeling" (1972), yang berubah nama menjadi Puisi Lugu, dan kemudian menjadi Puisi Awam ketika Remy sudah tidak aktif lagi di majalah tersebut . Sementara itu di bidang seni rupa, Aktuil menyediakan rubrik Galeri Pop Art Aktuil (1975) , yang kemudian menjadi Galeri Aktuil. Awalnya rubrik ini diasuh oleh Sanento Yuliman (1975) , dan kemudian diteruskan oleh Jim Supangkat (1976).
" Dalam catatannya, Remy Sylado menuliskan komentar untuk Jeihan: "Baginya seni adalah berak." Pada beberapa edisi sesudahnya, Remy Silado membuat pernyataan yang menarik tentang Puisi Mbeling (rubrik di Majalah Aktuil sudah berubah nama menjadi Puisi Lugu): "Bagi kami puisi yang berbicara apa-adanya seperti puisi2 lugu inilah, puisi yang kontemplatif. Segalanya terbuka, tak pakai dewangga, tak pakai kerudung, tak pakai tabir. Jika orang bertanya siapa avant garde dalam puisi kiwari Indonesia, tak susah carinya, sebab jawabnya: Kami-lah itu!"
Salah satu contoh puisi mbeling yang dimuat pada edisi ke-5 rubrik Puisi Mbeling . Bunyi puisi itu adalah sebagai berikut:
Inge Candra:
.......
1970: Lahirnya Budaya Tandingan
" Pergolakan aspirasi estetik di Kota Bandung juga terjadi di luar kampus ITB. Di Bandung, pada tahun 1972 sebuah kelompok teater yang bernama Teater 23761 pimpinan Remy Silado mengadakan pementasan Genesis II - Melabrak Tabu. Pementasan ini diklaim oleh Remy Silado sebagai sebuah ungkapan yang diupayakan untuk menentang berkembangnya feodalisme Jawa pada saat itu. Sikap radikal anak muda semacam ini di kampus ITB disikapi dengan membuka kelas Eksperimen Kreatif, yang diasuh oleh G. Sidharta Soegijo dan Rita Widagdo. Asikin Hasan mencatat bahwa kelas ini dibuka untuk mengakomodir sikap progresif mahasiswa yang cenderung keluar dari kode2 seni rupa yang lazim.
" Tak dapat disangkal, aspirasi estetik yang lahir dan berkembang di sebagian kalangan anak muda Bandung, adalah apa yang juga diakomodasi oleh majalah Aktuil yang lahir di kota ini sejak awal tahun 1970-an. Majalah ini mengetengahkan perkembangan selera artistik terkini dari anak muda pada masa itu. Di dalam majalah Aktuil, kita dapat melihat fenomena perkembangan musik pop (lokal dan internasional). Selain itu, kita juga dapat melihat perkembangan sajak, komik, fashion, sampai pameran seni rupa dan berita gaya hidup yang juga diberitakan secara gencar melalui majalah ini. Melalui Aktuil, Remy Silado menyokong pemberontakan di bidang sastra dengan membuka rubrik "Puisi Mbeling" (1972), yang berubah nama menjadi Puisi Lugu, dan kemudian menjadi Puisi Awam ketika Remy sudah tidak aktif lagi di majalah tersebut . Sementara itu di bidang seni rupa, Aktuil menyediakan rubrik Galeri Pop Art Aktuil (1975) , yang kemudian menjadi Galeri Aktuil. Awalnya rubrik ini diasuh oleh Sanento Yuliman (1975) , dan kemudian diteruskan oleh Jim Supangkat (1976).
" Dalam catatannya, Remy Sylado menuliskan komentar untuk Jeihan: "Baginya seni adalah berak." Pada beberapa edisi sesudahnya, Remy Silado membuat pernyataan yang menarik tentang Puisi Mbeling (rubrik di Majalah Aktuil sudah berubah nama menjadi Puisi Lugu): "Bagi kami puisi yang berbicara apa-adanya seperti puisi2 lugu inilah, puisi yang kontemplatif. Segalanya terbuka, tak pakai dewangga, tak pakai kerudung, tak pakai tabir. Jika orang bertanya siapa avant garde dalam puisi kiwari Indonesia, tak susah carinya, sebab jawabnya: Kami-lah itu!"
Salah satu contoh puisi mbeling yang dimuat pada edisi ke-5 rubrik Puisi Mbeling . Bunyi puisi itu adalah sebagai berikut:
Inge Candra:
Catatan 1972
Indonesia sayangku Indonesia
Yang menjamin hidup-hidup bangsa subur
Oleh suburmu yang subur
Suburnya korupsi dan pelacur suburmu
Suburnya tante girang dan penodong suburmu
Suburnya perampok dan pemerkosa suburmu
Apa lagi?
Hanya rambut subur pun dilarang.
Yang menjamin hidup-hidup bangsa subur
Oleh suburmu yang subur
Suburnya korupsi dan pelacur suburmu
Suburnya tante girang dan penodong suburmu
Suburnya perampok dan pemerkosa suburmu
Apa lagi?
Hanya rambut subur pun dilarang.
Dede Sukmadi Dukat:
Sajak
sehelai kertas bekas
ballpoint pinjaman
tambah bohong
tambah kayal
jadi sajak.
ballpoint pinjaman
tambah bohong
tambah kayal
jadi sajak.
Komentar