Langsung ke konten utama

Sajak-sajak Ferdi Afrar

Singgah

Ia menengadah ke angkasa
seperti ada yang menatapnya manja
bersembunyi dibalik awan, diantara
kerumunan kicau burung.

Seperti ada yang menyentil daun-daun
dan juga jemuran sarung. seperti ada yang
melambai, yang membuat rambutnya terburai.

Seperti ada yang menggemerincingkan air,
melumutkan dinding. seperti ada yang berbisik,
merambat di kuping.

Seperti ada yang menggesitkan cahaya
di dedahan, kemudian menggambar di permukaan.
seperti ada yang mengintip, ingin menyampaikan pesan.

Seperti ada yang menunjukkan jalan
kepada debu, membuatnya bersayap seperti kupu-kupu
kemudian hinggap di matanya.
seperti ada yang memberinya kado waktu,
tempat ia menanggalkan amuk di tubuh
memudarkannya di angkasa.

Februari 2008

BILA

bila aku dilahirkan kembali,
inginku berteduh dalam dekapmu
menempelkan bibirku yang mungil ini
dalam puting payudaramu, selamanya.
sampai mataku terpejam
hingga tak terasa sisa susu itu mengalir ke pipiku
hingga tak pernah kudengar kata anjing
yang meloncat dari mulutmu.

April 2008

Boneka Keramik

sudah lama aku kedinginan ibu,
di bupet berdebu ini badanku menggigil.
meski setiap tamu yang datang ke rumahmu
selalu menatap kagum kepadaku
meski kamu selalu mengelukan aku di depan mereka
boneka tercantik yang kamu punya.
tapi ketika mereka pulang, ketika pintu telah ditutup
tiba-tiba air mata, menetes dipipiku.

April 2008

Blur

setelah kesedihan meninggalkanku,
siapa lagi yang sudi merawat semua luka
yang menahun ditubuhku.
ketika kegembiraan juga menutup jendela rumahnya,
saat aku ingin mendengarkan dongeng
dari mulutnya yang merah.

: hanya angin yang meniup daun-daun kering
debu seperti segerombolan kutu
menggatali mataku yang seperti batu.

Maret-April 2008

Mitos Kamar Tidur
:Ucapan Terimakasih untuk Widya dan Anhar

Terimakasih kamu persilakan aku bercermin di kepalamu,
meski rambutmu telah beruban dan rontok, masih saja nikmat
bersolek dan memantas-mantaskan topiku. Biar aku tak malu
bila bertemu kamar tidur.

Terimakasih kamu perkenalkan aku kepada kamar tidurmu.
Ditubuhnya yang bergambar batik dan bunga-bunga, tersimpan
banyak biji mata. Kamu tunjukkan bagaimana menyeka airmatanya
bila ia sedang berduka. Dan menusukkan luka bila ia keras kepala.
Kamu ajarkan ia menjadi anak yang tak boleh tumbuh dewasa.

November 2007-Maret 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI