Langsung ke konten utama

Bentuk Kematian Anjing













Cerpen Dody Kristianto*

Bangkai anjing itu tergeletak di tengah jalan raya. Anjing jenis herder. Semua kendaraan berusaha menghindari bangkai anjing itu. Situasi jalan sedang ramai. Maklum, pagi hari ketika orang harus pergi ke tempat kerja. Tidak ada satu kendaraan pun yang berani melindas bangkai anjing itu.
Tubuh anjing itu terbelah menjadi dua bagian : bagian kaki ke ekor dan bagian kaki sampai kepala. Pada bagian kaki sampai ekor, tubuh itu telah burai, hancur berkeping-keping sehingga daging anjing itu berceceran. Sudah tak dapat lagi dikenali. Sedangkan bagian kaki sampai kepala masih utuh. Seolah nampak kalau hewan itu hanya tidur. Tidak ada sesuatu yang terjadi padanya.
Lidahnya nampak merah muda menjulur. Taring-taringnya masih terlihat utuh walau sedikit kekuningan. Tatapan matanya tampak mengarah ke depan. Kosong. Tapi sedikit terasa aneh, karena sepasang bola mata hewan itu seperti menyimpan sebuah dunia. Dunia yang dilihat dan ada dalam pikirannya.
Lalat-lalat pun berkerumun di bagian belakang bangkai anjing. Hewan-hewan kecil itu tampak menari menikmati daging segar yang berserakan. Bau bangkai itu masih segar. Tidak anyir seperti lazimnya bangkai tikus yang biasa tergeletak di sembarang tempat. Kesegaran daging bangkai anjing itu tentu menarik sebagian pengguna jalan. Walau sebisa mungkin mereka menghindar dari tumpukan daging itu, mereka tidak bisa menyembunyikan ketertarikan mereka pada pemandangan langka tersebut.
Waktu hampir menunjukkan pukul 7 pagi. Tak ada yang berani menyentuh bangkai anjing itu. Bahkan kendaraan-kendaraan yang melintas sebisa mungkin tidak menginjak dan membuat keburaian bangkai itu bertambah parah. Lalat-lalat masih terlihat mengerubungi bagian belakang bangkai anjing.
***
Pukul 8 pagi. Polisi mulai mengevakuasi bangkai anjing itu. Karena satu jam sebelumnya, jalanan dibuat macet karena bangkai yang tergeletak di tengah jalan. Evakuasi tentunya tambah memadatkan jalan. Bahkan tak jarang polisi harus mengatur arus lalu lintas. Sementara tim yang lain mengangkat bangkai anjing itu. Dua polisi yang menangani bangkai itu.
Bagian depan, kaki ke kepala bias terangkat dengan mudah. Tapi untuk bagian belakang, kaki ke ekor, mereka harus melakukannya dengan teliti dan hati-hati. Sebab bagian itu sudah berupa ceceran daging dan bercak-bercak darah yang mulai mengering. Ceceran daging harus dibersihkan dari aspal jalan agar tidak meninggalkan bau anyir menyengat yang bisa mengganggu pengguna jalan.
Sekitar satu jam evakuasi itu berlangsung. Polisi mulai meninggalkan lokasi tergeletaknya bangkai anjing itu. Lalu lintas sudah mulai lancar. Tentu noda bercak darah masih tertinggal di aspal jalan. Lalat-lalat kini berebut mengerubungi bercak darah yang mulai mengering.
Sementara, bangkai anjing itu berada di atas mobil polisi. Polisi menumpuk dua bagian yang terpisah itu. Bagian yang telah hancur di bawah dan yang masih utuh di atasnya. Tatapan mata bangkai itu masih menatap kuat. Masih tetap kosong. Seakan mata itu sulit dipejamkan. Tatapan itu seperti menyimpan sebuah dendam.
***
Seperti anjing-anjing yang biasa berseliweran di daerah itu, anjing itu pun tidak terlalu terlihat istimewa. Ia juga melakukan rutinitas seperti anjing jalanan yang lain. Mengais makanan sisa di tempat sampah, terkadang berkelahi memperebutkan makanan atau pasangan, juga bersetubuh dengan anjing betina di sembarang tempat. Sampai akhirnya mencari tempat untuik berteduh.
Yang membedakan ia dengan anjing-anjing yang lain adalah ia bertubuh lebih besar. Bulunya sedikit berwarna gelap. Kendati demikian, hal tersebut tak lantas membuat anjing-anjing lain takut padanya. Sebab ia bukanlah anjing yang tumbuh besar di jalanan. Ia sebenarnya anjing penjaga rumah.
Anjing dulu mempunyai seorang majikan. Majikan yang sangat baik dan menyayanginya. Semenjak kecil anjing itu dirawat dan tinggal bersama dengan keluarga si majikan. Anak-anak si majikan kerap bermain dengan anjing itu. Anjing itu menjadi bagian dari keluarga itu.
Sang majikan setiap pagi dan sore selalu mengajaknya berkeliling kampung. Anjing itu melangkah gagah, seolah tak memperhatikan sorot tajam anjing lain yang tertuju padanya. Pada setiap malam, anjing itu juga sigap menggonggong pada setiap gerak-gerik mencurigakan yang ia tangkap di sekitar rumah sang majikan. Gonggongan yang sangat memekakkan telinga.
Namun, anjing itu menangkap bentuk aneh suatu ketika. Bentuk bayangan putih berbau menusuk. Bentuk bayangan putih itu membelah angin, memerosok ke dalam pepohonan hingga menimbulkan suara gemerisik. Suara yang mungkin akan membangkitkan orang-orang yang tertidur. Tapi anehnya, tak ada orang yang terbangun. Pun hewan-hewan yang berada di sekitar bayangan putih itu. Hanya anjing itu yang tahu. Hanya anjing itu. Anjing itu pun menggonggong sebagai wujud rasa penasaran terhadap bentuk aneh tersebut.
Bentuk bayangan aneh acapkali berkelebat di hadapan anjing itu. Sehingga hanay anjing itu yang mengakrabi bentuk aneh tersebut. Si majikan juga bingung dengan perubahan yang terjadi pada anjingnya. Saat si majikan melihat anjingnya menggonggong, ia menatap tak ada sesuatu di depan. Sesuatu yang kerap digonggongi oleh anjingnya.
Kebiasaan si anjing yang menggonggong tanpa sebab mengakibatkan bising dalam keluarga itu. Tak hanya keluarga itu, namun juga rumah di sekitar keluaraga itu. Mereka semua dibuat jengkel. Lama-lama sang majikan tak tahan juga. Diusirnya anjing yang sudah beberapa tahun mereka pelihara. Mereka merasa jika anjing itu sudah gila.
Anjing itu tak peduli. Ia tetap menggonggongi bayangan putih yang kerap melintas tiba-tiba di depannya. Lemparan sandal, sepatu maupun batu yang dilakukan orang-orang padanya tidak digubris. Hanya bayangan putih. Hanya bayangan aneh itu yang selalu mengganggu otaknya. Ia sampai menggonggong berhari-hari hanya karena rasa ingin tahu.
Suatu malam, anjing yang sedang tidur di bawah emperan toko itu dikejutkan oleh bayangan putih. Entah untuk keberapa kali. Anjing itu pun tergeragap. Ia terbangun karena bau menusuk yang ditimbulkan oleh bayangan aneh. Hewan itu mulai mengejar bayangan putih. Situasinya benar-benar mirip ketika si majikan melempar tulang dan anjing itu harus mengejarnya. Tapi yang dikejar saat itu bukan tulang. Yang dikejarnya adalah bayangan putih. Ia berusaha mendekap bayangan itu.
Sampai beberapa meter jauhnya, anjing itu tidak merasa bila ia telah mengejar bayangan putih hingga jalan raya. Jalan raya yang terlihat sepi. Hanya anjing itu berlari sendirian. Tiba-tiba dari arah selatan muncul truk tronton yang melaju kencang. Pengemudinya merasa tidak melihat apapun di depan. Sedang anjing penasaran itu akhirnya bias merengkuh bayangan aneh. Kakinya mencakar-cakar. Moncongnya menggigit. Ia mempermainkan sesuatu yang selama ini membuatnya penasaran. Ia melakukannya di tengah jalan raya yang sepi.
Dan tabrakan akhirnya 5tak terelakkan. Anjing itu terlindas, tepatnya di bgian belakang. Seketika ia melolong. Tubuhnya terbelah. Bagian belakang hancur lebur. Daging-daging berloncatan. Sedang bagian depannya masih utuh. Cakar anjing itu masih berusaha mengais bayangan putih yang perlahan lepas dari dekapannya. Lidahnya menjulur seolah merasakan sakit yang ia rasakan. Kakinya masih terlihat bergerak dengan interval yang mulai melambat. Sementara bayangan aneh itu makin bergegas jauh. Begitu juga dengan truk yang telah melindas bagian bagian belakang tubuhnya. Anjing itu akhirnya terdiam dengan tubuh yang terbelah jadi dua bagian. Sedangkan cuilan daging-daging segar berceceran di tengah jalan.
***
Pihak kepolisian memutuskan untuk mengubur bangkai hewan malang itu di halaman kosong. Sebuah area berjarak beberapa meter dari kantor kepolisian. Bagian tubuh yang hancur dibungkus dengan tas plastic. Sedangkan bagian tubuhnya yang masih utuh dibiarkan. Lubang berukuran 1x1 meter disiapkan, dengan kedalaman kira-kira semester juga. Kedalaman yang kiranya cukup untuk menutup bau bangkai yang menyengat.
Bagian belakangnya yang hancur ditaruh terlebih dulu. Baru setelah itu bagian yang masih utuh. Tatapan mata bangkai anjing itu masih tetap tajam. Ia menatap bayangan putih yang membuatnya penasaran. Dunia di sekitarnya berubah menjadi bayangan putih. Bayangan yang mengelilinginya, sesaat sebelum bangkainya dipendam di dalam tanah.

*) Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya. Aktif di Komunitas Rabo Sore (KRS).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI