Langsung ke konten utama

Sutardji Minta Ruang bagi Penyair

PALEMBANG, KOMPAS.com — Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, meminta pemerintah agar memberi ruang para penyair untuk lebih berkreasi menampilkan karya-karya puisinya.
"Pemerintah perlu menyediakan ruang bagi penyair untuk berkreasi dan berkarya serta menampilkan puisi-puisinya. Ini merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah yang saat ini terkesan belum dilakukan," kata dia di sela Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) V di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (17/7/2011).
Menurut dia, selama ini eksistensi penyair cenderung terbatas per kelompok, seperti melalui majalah Horizon dan Komunitas Utan Kayu.
"Kalau pemerintah memberi perhatian kepada penyair, kelompok-kelompok itu seharusnya dirangkul untuk disatukan dan melibatkan kumpulan lain," ujar dia.
Ia menyatakan pula, pemerintah seharusnya menciptakan kurikulum pendidikan yang dapat mendorong generasi muda menjadi cinta sastra Indonesia.
"Karena sesungguhnya kata-kata yang dirangkai dalam puisi, seperti Sumpah Pemuda bagian dari sejarah negeri," kata Sutardji pula.
Dia menjelaskan, sejarah sastra yang dibawa penyair kawakan, seperti Chairil Anwar dan WS Rendra, semestinya juga tercatat dalam sejarah Indonesia.
"Catatan sejarah itu perlu disosialisasikan kepada generasi muda Indonesia," ujar dia lagi.
PPN V ini diikuti sekitar 200 peserta, yang merupakan sastrawan atau penyair generasi tua dan muda. Para peserta bukan hanya dari Indonesia, melainkan juga dari negara lain.
Peserta negara lain berasal dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Sri Lanka, dan Swedia.
Pada PPN V (International Poet Gathering) 2011 ini, hadir penyair dari seluruh Indonesia dan negara tetangga berbahasa Melayu (Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand), serta beberapa peninjau dari Sri Lanka, Korea Selatan, dan Swedia.
PPN V itu dibuka di Griya Agung Palembang, Sabtu (16/7/2011) malam, dan dijadwalkan berlangsung hingga Selasa (19/7/2011).
Menurut Ketua Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) Zulkhair Ali, beberapa kegiatan PPN V itu, antara lain, Seminar Internasional tentang Puisi, pentas penyair, pertemuan para penyair dengan pelajar dan mahasiswa, dan Tarung Penyair.
Bersamaan dengan PPN V ini diterbitkan pula buku puisi Akulah Musi karya puisi dari para peserta yang lolos dari tim kurator sehingga akhirnya mereka diundang hadir di Palembang saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi