Langsung ke konten utama

Puisi-puisi Dody Kristianto termuat di MataPuisi Agustus 2020


Kaidah Diet Ketat


Kau diusir oleh perjamuan ini

sebab harus kau tetak segera

raksasa bersarang dalam

rimba raya diri.

 

Adab ini bakal menghalaumu

dari semua kenikmatan.

Yang di depanmu andaikanlah

hampa belaka.

 

Sebab bila kau kalah

oleh lipuran pandang,

anasir suram menyerang

diam-diam merambah tubuh,

merambani peraluranmu,

mengunci liku lenggak gerikmu.

 

Bukankah perutmu disawang

kian membubung, melambung.

Bukankah kau pantang terpikat

gelagat loba yang tak puas

meski gunung membentang

telah tertelan.

 

Tenangkan nafsumu.

Ikat hasrat menggelegakmu.

Tekan simpul-simpul laparmu.

 

Susu murni biar umpama nanah

yang jijik di kerongkongan.

Pun aroma rempah  menguar dari

gulai dan kari tak lebih kebohongan

di meja makan.   

 

(2019)


Kantuk

 

Aku datang dengan sopan.

Kau jangan berlalu dari

gelanggang berirama ini.

 

Sudah kutata kursi, televisi.

Kurapikan perabot. Tergelar

selimut panjang sepanjang

 

ranjang. Maka sandarkan

puisimu, kendurkan urat

kencang kata-katamu.

 

Aku pula maujud rayuan

yang menggerakkan kelopak

matamu biar renang ke seberang.

 

Melintasi palung dangkal ini.

Kian kusedapkan hawa dingin

dengan secangkir susu paling

 

suam. Pulang segera dari segala

jaga. Simpan ia rapat-rapat

di lemarimu. Bukankah sebidang

 

kasur adalah haribaan paling setia

menyandingmu menyaksikan

gulita langit malam ini dalam

 

mimpi. Sebab ia yang paling tak

kau tunggu, paling kau hindarkan

dari gelanggang tanpa aran, akan

 

bijak menyelinap dan memindah

segala di ruang tamu tanpa

menguar kidung gaduh.

 

(2019)  



Pemirsa blog saia yang budiman, setelah empat tahunan lebih saya tidak memutakhirkan blog saia ini, tibalah waktu bagi saia untuk mengaktifkan kembali blog ini. Sembari sambilan pula saya dan kawan-kawan di Kabe Gulbleg mempersiapkan sebuah project. Untuk awalan aktif ngeblog lagi, saia akan suguhkan beberapa puisi saia yang termuat pada medio 2019-2020-an. Berikut adalah dua puisi yang termuat pada zine pdf Matapuisi edisi Agustus 2020 yang digawangi oleh duet penyair Hasan Aspahani dan Dedy Tri Riyadi. Ada tujuh puisi yang tersiar di terbitan Matapuisi Agustus 2020 yang juga secara khusus mengulas almarhum Sapardi Djoko Damono. Ada pun versi lengkapnya, kawan-kawan bolehlah berlangganan Matapuisi dengan menghubungi Bang Hasan Aspahani atau Mas Dedy Tri Riyadi. Terima kasih.   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Membaca Puisi

beberapa waktu lalu saya, entah beruntung atau untung, menjadi juri lomba baca puisi di beberapa tempat. yakni di kampus dan di departemen agama Sidoarjo. untungnya dari Depag saya mendapat honor juri (hehehe...) namun sangat disayangkan di kampus nihil. maksud saya nihil honor. apa boleh buat, saya harus menempatkannya sebagai nasionalisme. ternyata ada beberapa pokok yang harus saya garis bawahi. lomba baca puisi atawa deklamasi ternyata masih tetap diartikan sebagai parade teriak-teriak. mengapa? sungguh sebagian besar peserta edan dengan cara berteriak. ya mungkin mitos bahwa baca puisi harus diselingi dengan teriak itulah yang masih tertanam di sebagian pikiran peserta. lantas, bagaimana dengan peserta yang tidak bengok-bengok? bagus. katakanlah ada suatu penempatan situasi. kapan puisi harus dibaca keras dan pelan. sebagian peserta baca puisi abai dengan hal ini. selanjutnya ada pola yang sama yang saya perhatikan. bagaimana sebagian peserta selalu mengucapkan kata...puisi X...bu

DODOLIT DODOLTOLSTOY: Catatan Singkat Atas Cerpen Terbaik Kompas 2010

Oleh Akmal Nasery Basral* I/              SEPASANG pembawa acara pada  Malam Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2011  yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta semalam (Senin, 27 Juni) membacakan profil para cerpenis yang karyanya terpilih masuk ke dalam antologi  Cerpen Pilihan Kompas 2010 . Sebuah layar besar memampangkan foto mereka dengan sinopsis cerpen masing-masing.             Saat  Dodolit Dodolit Dodolibret  (selanjutnya ditulis  Dodolit ) karya Dr. Seno Gumira Ajidarma ditampilkan, yang terbaca oleh saya ’kisah Guru Kiplik yang mengajari penduduk sebuah pulau terpencil cara berdoa yang benar. Usai mengajar guru itu pergi dari pulau. Penduduk yang merasa belum bisa memahami cara berdoa yang benar, mengejar perahu sang guru dengan cara berlari di atas air.’ Kira-kira seperti itulah sinopsis yang tersaji di layar. Dari informasi sesingkat itu -- selain saya juga belum membaca versi lengkap  Dodolit  – pikiran saya secara spontan teringat nama seorang penulis Rusi

Puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany (puisi lama)

MISA SEPANJANG HARI setelah letih merentang perjalanan, kita sampai di perempatan sejarah. menghitung masasilam dan merekareka masadatang. segala yang telah kita lakukan sebagai dosa, berhimpithimpitan dalam album. berebut di antara mazmurmazmur dan doa. dan kita pun belum putuskan perjalanan atau kembali pulang. katakata gugur jadi rintihan. percakapan berdesis dalam isakan. keringat anyir dan darah bersatu menawar dahagamu yang terlampau kental. engkau imani taubatku yang mengering di antara dengkur dan igauan. tubuh beku di antara altaraltar dan bangkupanjang. di antara mazmur dan suara anggur dituangkan. di seberang mimpi, pancuran dan sungai mati dengan sendirinya. tibatiba kaupadamkan cahaya itu. ruang ini gelap. aku raba dan kucaricari tongkat si buta. kutemukan cahaya dalam fikiranku sendiri. pejalan beriringan di antara gang dan musim yang tersesat. kunyalakan cahaya dalam hatiku. biarlah jika akhirnya membakar seluruh ayat dan syair yang lupa kukemasi. 1992 IBADAH SEPAROH USI