Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2010

Sayap

Tahun sudah memasuki paruhnya yang kedua dan aku tetap saja terbang dengan sebilah sayap. Terbang menuju matahari, barangkali. Ketika kadang-kadang kurasa terbangku kian laju, aku meraba-raba punggungku: memang seperti ada setengah sayap sedang tumbuh, tapi aku tak percaya. Itu hanya bayangan tulang belikat belaka, yang hendak meringankan bebanku. Aku harus menemukan sayapku yang satu entah di mana—mungkin di Ubud, Bandiagara atau Cava dei Tirreni. Ada yang bilang aku terbang menuju masa depan. Tapi kian lama aku terbang, yang kulihat di bawah sana adalah apa-apa yang kian berwarna sepia. Kota-kota, pakaian dan gaun, gedung-gedung, jalan-jalan, rambut perempuan, wajah anak-anak, sekolah-sekolah bagi orang asing, barisan yang mengacungkan panji-panji raksasa—semua kian mirip dengan pemandangan yang dilihat ibu-bapaku, kakek-nenekku, dan penulis tarikh dari masa dulu. Pemandangan yang makin ke sana hanya berwarna hitam-putih belaka. Kalau pun aku terbang menuju matahari, tu

Miniatur Puisi Dunia

Posted by PuJa on February 26, 2010 Judul: Pesta Penyair: Antologi Puisi Jawa Timur Editor: Ribut Wijoto, S Yoga, Mashuri Penerbit: Dewan Kesenian Jawa Timur Tebal: viii + 288 halaman Cetakan: Cetakan I: 2009 Peresensi: Risang Anom Pujayanto http://www.surabayapost.co.id/ Jawa Timur. Sebagai kawasan kaya aneka seni-budaya, sungguh celaka apabila tidak memiliki semacam monumen suaka pencatat segala gilang-gemilang. Sebagai pemilik kultur sosial terbuka sekaligus tidak adanya identitas pusat-pinggiran, telah berimplikasi pada kemudahan pencerapan informasi dari luar. Sehingga bersamaan dengan kemudahan informasi tersebut, dialektika wacana lokal dan ’dari luar’ merupakan hal yang tak terelakkan dalam dinamika pendewasaan warna seni-budaya yang berkarakter Jawa Timur. Dalam setiap periode persinggungan wacana lokal dan ’dari luar’, setidaknya salah satu seni yang terlibat di dalamnya niscaya sempat menduduki posisi puncak kejayaan. Namun jangan dibayangkan tah

Semeter dari Meja Tuan

cerpen : Arfan Fathoni Seperti tersambar petir. Ingatan letusan pistol selalu menyiksa. Aku hanya cuma bisa berdiri. Keyataan berkata lain, aku tak bisa berkata-kata. Dan bukan masanya lagi aku tetap menatap meja itu terus. Gelas masih penuh dan mengepul. Aku harus berlari. * * * “Dua tahun lagi aku akan kembali.” Begitulah ungkapan Hudan ketika ia meninggalkan tempat ia sendiri tidak tahu kapan bangunan ini di bangun. Pondasinya seperti tak mudah tergerus jaman. Gaya arsitektur dari belanda nampak menonjol di setiap jengkal bangunan tersebut. Tak terbayangkan jika bangunan megah yang akan ia tinggalkan mungkin hasil keringat budak-budak belanda(orang Indonesia). Banyak sudah hasil selama ia di sini. Dari istri yang sudah dua, enam anak pun masih kurang. Sebuah vila di perukitan dengan furniture mahal sebagai hiasan cukup untuk menghiasi akhir pekan Hudan. Istri mudanya sepertinya baru dua tahun lalu muncul di TV. Berita terbaru setengah tahun lalu melahirkan anak dan ia

Puisi-puisi Dody Kristianto di Jawa Pos, 26 September 2010

Nah, kali ini adalah pemuatan terbaru saya. Dan lagi-lagi termuat di Jawa Pos. Semua puisi ini bercerita mengenai HUJAN, meski hujan yang tampil bukanlah hujan secara harfiah. Hujan di sini lebih merupakan konsep imajiner. semoga anda dapat menikmati hujan imajinasi ala saya di tengah musim yang tak jelas ini. terima kasih. Riam Hujan ia akan kembali untuk yang lama ia akan pergi bagi yang purba sebab ia sekadar singgah menemui Puan yang terus ia rindui Puan yang lama menjejaki bumi Puan yang tinggalkan segala benih benih rindu yang kelak tak abadi sebab ia akan terus kembali 2010 Gambar Hujan sudah berkali-kali ia masih lupa warna mata yang ditatapnya di perjalanan tak berkehendak ia serupa buta tapi sekenangan kastil masih saja menunggunya di senja pertama sebelum malam sesekali menghapus namanya sungguh, bimbang ia masih pada sebidang putih yang mengungkungnya di akhir malam 2010 Kitab Hujan serupa pencuri tandang tiba-tiba ia sabar masih, terlampau s

Puisi-puisi Dody Kristianto di Jurnal Bogor, 22 Agustus 2010

Kali ini adalah puisi saya yang termuat pada Jurnal Bogor edisi 22 Agustus 2010. Saya sendiri sebenarnya tak tahu bila puisi-puisi ini termuat. maklum, ini adalah edisi puisi yang saya kira masih mengandung kegelapan yang tak terampuni...sungguh! saya baru tahu bila termuat dari sms Bang Dony PH, selaku redaktur sastra Jurnal Bogor. Puisi-puisi saya ditampilkan berbarengan dengan puisi-puisi Maulana Satriya Sinaga. Selamat menikmati. Musim Kaguya kelak kita bersama merangkum setubuh, musim keruh, kotakota rawan nan tergelar di kesintalan tubuh para perusuh dan kupukupu, tak harus kita artikan, selain dalamnya kedalaman gelombang rambut – rambut para mambang- di mana kerap kita impikan, bagaimana sepasang lengan kita berubah tualang, untuk kemulusan dan jejak nun panjang melebihi patahan sayang, kita dendamkan hujan dari dendang kaum pejalan paling bohemian 2010

Puisi-puisi Dody Kristianto di Jawa Pos, 31 Januari 2010

Para rekan yang sebelumnya telah membaca blog ala Dody Kristianto, sebelumnya mohon maaf bila dalam waktu lebih dari satu tahun ini saya sangat jarang mengisi laman saya tercinta ini dikarenakan sibuk dan terganggu oleh berbagai aktivitas. Untuk itulah, saya mencoba aktif kembali, minimal sebagai awal mula, saya mencoba mendokumentasikan puisi-pusi saya yang berhasil muat di media sampai September 2010 ini. Hikayat Penebang kami memilah sebatang demi sebatang kayu di hadapan kami, tak peduli kelak mereka menjelma sebatang korek api -- yang memberi kami sepercik jejarum api nan menyambar segala tubuh, atau malah berubah musim paling terang di antara cecabang hujan yang tak kunjung kami rasakan -- atau selembar kertas-- t empat sajak kelak dilahirkan, tempat kata-kata kami biasa berpinak, berbiak, bergerak mendesak tatap demi tatap yang biasa memandang huruf, kata, dan kitab yang kian alpa kami lantunkan -- tapi sungguh, kami tak kenal sajak kami hanya mengenal kampak yang